Sukses

PPATK: Aturan Perusahaan Wajib Buka Data Pemilik Manfaat Tak Akan Ganggu Investasi

PPATK berperan dalam lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan aturan mengenai keterbukaan pemilik manfaat atau beneficial owner (BO). Tujuan utama aturan ini untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang, pendanaan terorisme, sampai mencegah pelarian pajak.

Aturan ini termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Atas Korporasi Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berperan atas lahirnya Perpres Nomor 13/2018 ini. Selain itu, melibatkan pula Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penyusunan aturan tersebut juga mempertimbangkan berbagai kajian ilmiah mengenai transparansi pemilik manfaat, baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun PPATK.

Direktur Kerjasama dan Humas PPATK, Muhammad Salman mengungkapkan, dengan terbitnya Perpres Nomor 13/2018 ini, maka korporasi wajib menilai sendiri, menetapkan serta mengungkapkan pemilik manfaat dari korporasi tersebut, baik orang perorangan yang tercantum alam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas berwenang maupun orang perorangan yang tidak tercantum dalam dokumen resmi, akan tetapi orang perorangan dimaksud memiliki kemampuan untuk:

a. menunjuk atau memberhentikan direksi dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi

b. mengendalikan korporasi

c. berhak dan/atau menerima manfaat dari korporasi

d. langsung atau tidak langsung merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi.

Adapun karakteristik pemilik manfaat pada tiap-tiap jenis korporasi berbeda-beda dan diatur secara khusus dan terperinci dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018.

"Korporasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018 akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Salman dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Pengaturan dan penerapan transparansi BO mendesak karena untuk melengkapi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Ada tiga urgensi Perpres Nomor 13 Tahun 2018, yakni melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beritikad baik, untuk kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana, dan efektivitas penyelamatan aset," jelas Salman.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Ganggu Iklim Investasi RI

Salman menegaskan, penetapan dan implementasi Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tidak akan mengganggu iklim investasi dan kemudahan berusaha, khususnya dalampendirian korporasi karena adanya informasi mengenai pemilik manfaat atau BO bukan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh p engesahan korporasi oleh otoritas yang berwenang.

"Tapi justru sebaliknya, penetapan dan implementasi aturan ini akan mendorong terwujudnya korporasi yang berintegritas dan jauh dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," terang Salman.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini