Sukses

Survei: Kekhawatiran CEO terhadap Terorisme Meningkat

PwC melakukan survei terhadap hampir 1.300 CEO di seluruh dunia. Para CEO tersebut pun khawatirkan sejumlah hal yang ganggu pertumbuhan.

Liputan6.com, Jakarta - Para Chief Executive Officer (CEO) optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi global dalam jangka pendek. Namun, para CEO tersebut juga khawatir ancaman sosial yang lebih luas dan sulit dikendalikan.

Hal itu berdasarkan survei PwC ke-21 terhadap hampir 1.300 CEO di seluruh dunia. Di tengah melambungnya optimisme terhadap perekonomian global, kecemasan mulai muncul dalam serangkaian ancaman yang lebih luas terhadap bisnis, sosial dan ekonomi. Demikian mengutip keterangan tertulis, Minggu (28/1/2018).

Para CEO sangat khawatir tentang ketidakpastian dalam kondisi geopolitik mencapai 40 persen. Kemudian ancaman siber 40 persen, terorisme 41 persen, ketersediaan keterampilan penting mencapai 38 persen dan populisme sekitar 35 persen.

Ancaman-ancaman ini dianggap jauh lebih besar daripada sumber kekhawatiran yang lazim dalam prospek pertumbuhan usaha seperti fluktuasi nilai tukar 29 persen dan perilaku konsumen yang berubah-ubah sebesar 26 persen.

Di tengah transisi ini, kekhawatiran yang luar biasa terhadap terorisme menjadi berlipat ganda dengan angka mencapai 41 persen pada 2018. Padahal 2017 hanya 20 persen. Ini menempatkan terorisme sebagai salah satu dari 10 ancaman terbesar terhadap pertumbuhan usaha.

Ancaman terkait pengetatan regulasi yang berlebihan masih menjadi salah satu sumber kekhawatiran terbesar di kalangan CEO yang mencapai 42 persen. Kemudian 36 persen CEO mengkhawatirkan ada kenaikan tarif pajak.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ketersediaan Keterampilan Juga Jadi Kekhawatiran Para CEO

Selanjutnya, ketersediaan keterampilan-keterampilan penting menjadi faktor kekhawatiran utama para CEO di Tiongkok. Sekitar 64 persen CEO khawatir mengenai hal itu pada 2018 ketimbang 2017 di kisaran 52 persen. Sedangkan di Amerika Serikat mencapai 63 persen dan Inggris 39 persen.

Selain itu, faktor siber menjadi ancaman terbesar bagi para CEO, lebih daripada pengetatan regulasi secara berlebihan. Di Jerman, faktor siber melompat dari posisi kelima ancaman terbesar pada 2017 ke posisi ketiga pada 2018. Sekitar 28 persen CEO khawatir faktor siber.

Setahun setelah Perjanjian Paris ditandatangani oleh lebih dari 190 negara, yang menjadi saksikomitmen berbagai negara untuk secara sukarela mengambil tindakan terkait perubahan iklim daninvestasi rendah karbon, jumlah CEO yang mengkhawatirkan ancaman perubahan iklim dankerusakan lingkungan terhadap prospek pertumbuhan usaha kini berlipat ganda.

Sekitar 31 persen CEO khawatir terhadap perubahan iklim pada 2018 dibandingkan 2017 hanya 17 persen.

Peristiwa-peristiwa cuaca ekstrem yang diberitakan luas dan keluarnya AS dari Perjanjian Paristelah secara signifikan mendorong pentingnya tindakan bisnis terhadap risiko iklim, regulasi, dan ketahanan.

Di Tiongkok, lebih dari separuh atau sekitar 54 persen pemimpin usaha sangat mengkhawatirkanperubahan iklim dan kerusakan lingkungan sebagai ancaman terhadap pertumbuhan usaha, setaradengan tingkat kekhawatiran mereka terhadap ketidakpastian kondisi geopolitik dan isuproteksionisme.

"Meningkatnya kekhawatiran lebih disebabkan oleh pergeseran sosial dan geopolitik daripadadinamika pasar para pemimpin usaha sendiri," ujar Global Chairman PwC Bob Moritz,

"Jelas bahwa keyakinan mereka terhadap pertumbuhan pendapatan jangka menengah maupun panjang initeredam oleh ancaman-ancaman yang tidak biasa diatasi langsung oleh dunia usaha," tambah dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.