Sukses

Petani Tembakau Tolak Penerapan Kemasan Rokok Polos

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia menilai kemasan rokok polos berdampak ke ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendukung upaya pemerintah untuk menentang kebijakan kemasan rokok polos (plain packaging) yang akan diterapkan oleh sejumlah negara‎, salah satunya Taiwan.

Ketua Umum APTI, Soeseno mengatakan,‎ upaya terbaru yang dilakukan oleh APTI adalah dengan mengirimkan surat kepada pemerintah Taiwan pada akhir Februari 2017 terkait rencana perubahan atas Undang-Undang Pencegahan dan Pengendalian Bahaya Tembakau di Taiwan.

"Diwacanakan Taiwan akan segera menerapkan kemasan polos tanpa merek dan pelarangan terhadap rokok beraroma, termasuk rokok kretek Indonesia. Artinya akan ada diskriminasi terhadap produk rokok Indonesia," ujar dia di Jakarta, Kamis (13/4/2017).

Soeseno menuturkan, kebijakan tersebut akan berdampak pada ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yang merupakan negara penghasil tembakau terbesar kelima di dunia. Saat ini, industri hasil tembakau Indonesia menjadi tumpuan bagi lebih dari 6 juta orang.

Dengan membatasi penjualan rokok kretek juga akan merugikan masa depan Indonesia yang juga produsen rokok kretek terbesar di dunia.

"Kami harap Pemerintah Taiwan dapat melakukan pertimbangan secara menyeluruh terhadap oposisi Indonesia. Taiwan harus menyadari bahwa kebijakan kemasan polos tanpa merek merupakan kebijakan diskriminatif dan akan melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia yang merupakan sumber mata pencaharian kami," ungkap dia.

Di negara lain, lanjut dia, pada 9 Maret 2017, Kementerian Kesehatan Singapura telah memberikan pandangannya terhadap hasil konsultasi publik tentang usulan tindakan pengendalian tembakau.

Dalam konsultasi publik tersebut, Singapura sempat berencana terapkan kemasan polos tanpa merek dan juga melarang penjualan rokok Kretek.

Namun dalam paparannya, Kementerian Kesehatan Singapura memutuskan untuk tidak membahas kebijakan kemasan polos tanpa merek ataupun pelarangan rokok kretek lebih lanjut. Ini karena adanya oposisi yang kuat dari beragam pemangku kepentingan, khususnya dari Indonesia.

"Kami menyambut baik keputusan yang diambil oleh Pemerintah Singapura. APTI telah menyampaikan secara langsung keberatan kami dan ternyata diterima secara positif. Kami berharap untuk mendapatkan hasil serupa dari Pemerintah Taiwan sehingga petani-petani tembakau Indonesia dapat terus menopang kebutuhan bahan baku tembakau untuk pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor," lanjut Soeseno.

Dia mengungkapkan, APTI dengan anggota 2 juta petani dan buruh tani tembakau di Indonesia, sangat khawatir terhadap kerugian dan efek yang dapat terjadi di masa depan atas rencana Taiwan dan Singapura.

Rencana penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek dan pelarangan rokok beraroma berpengaruh negatif terhadap kelangsungan mata pencaharian para petani tembakau dan cengkeh Indonesia.

"Petani tembakau di Indonesia memiliki posisi penting dalam mendukung peningkatan ekspor tembakau Indonesia yang stabil. Indonesia diketahui juga merupakan produsen dan eksportir terbesar ke-2 di dunia untuk produk jadi tembakau," ‎ungkap dia.

Sebagai informasi, kebijakan kemasan polos tanpa merek saat ini sedang dipertimbangkan di berbagai negara di dunia. Australia adalah negara pertama yang telah memberlakukan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

Pemerintah Indonesia menilai kebijakan tersebut melanggar Perjanjian Perdagangan Internasional WTO, terutama Perjanjian Hambatan Teknis Perdagangan (Agreement on Technical Barries) dan Perjanjian Aspek Perdagangan yang terkait Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights).

Pada 2013, Indonesia, bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, menggugat kebijakan Australia tersebut ke WTO. Setelah melalui serangkaian proses, panel hakim di WTO dijadwalkan akan mengumumkan putusannya pada semester I 2017.

 

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.