Sukses

KEIN: Sumber Daya Alam Harus Diolah Sebelum Diekspor

KEIN menegaskan agar seluruh perusahaan tambang di Indonesia mengolah sumber daya alam mentah sebelum di ekspor ke luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menegaskan agar seluruh perusahaan tambang di Indonesia mengolah sumber daya alam mentah sebelum di ekspor ke luar negeri. Kebijakan tersebut merupakan komitmen dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat.

Demikian disampaikan Ketua KEIN, Soetrisno Bachir saat membuka Focuss Group Discussion (FGD) Pokja Energi KEIN bersama Asosiasi Pertambangan Indonesia dalam rangka terkait penyusunan peta jalan (roadmap) industrialisasi pertambangan Indonesia.

“Permintaan Presiden Jokowi kepada KEIN adalah bagaimana semua bahan sumber daya alam ini harus diolah di dalam negeri. Kemudian baru diekspor atau kita gunakan lagi di dalam negeri,” kata Soetrisno Bachir dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (23/6/2016).

Soetrisno menyoroti pernyataan dari tokoh-tokoh masyarakat dan para elit yang menilai Indonesia gagal menyejahterakan rakyatnya setelah mengeruk sumber daya alam.

“Mulai dari batubara, minyak dan terakhir mineral. Dan mineral ini dianggap juga yang membuat malapetaka bagi bangsa kita,” ucapnya.

Dia mengatakan, Indonesia harus menjawab tantangan ini dengan sebuah solusi, seperti pengolahan sumber daya alam sehingga mempunyai nilai tambah bagi ekspor nasional. “Itu yang diinginkan Presiden Jokowi karena eksploitasi tanpa value added hanya menguntungkan segelintir orang saja. Sedangkan masyarakat, khususnya di daerah tidak sejahtera,” terang Soetrisno.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Didukung Asosiasi Pertambangan

Didukung Asosiasi Pertambangan

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia (API), Ido Hutabarat mengatakan, pengusaha tambang sangat mendukung upaya pemerintah. "Kami akan mengambil jalan tengah supaya bisa menyelesaikan problem-problem ini," ujarnya.

Ido menambahkan, untuk Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) mempunyai masa berlaku hingga 2020. Dalam perjanjian tersebut, ada opsi memperpanjang 2 kali selama 10 tahun, tapi nyatanya pemerintah telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba di mana akan menjadi Izin Pertambangan (IP) atau IPK.

Dia mengaku, PKP2B di batubara akan banyak digunakan dalam kebutuhan domestik mulai 10 ribu Mw-35 ribu Mw dalam 5-10 tahun mendatang.

"Hal ini karena perusahaan batubara akan menjadi partner bagi PLN untuk menyuplai energi di dalam negeri, sehingga untuk kepastian PKP2B kepastian untuk meneruskan pekerjaan pertambangannya akan sangat urgent. Sementara masalah dan hambatan bagi pengusaha ada di UU Nomor 4/2009," terangnya.

Sementara itu, sebagian PKB2B sudah memasuki bisnis tenaga listrik, artinya komitmen dari PKP2B sudah cukup bagus untuk menyuplai energi di Indonesia. API bilang, butuh adanya kepastian bahwa pemegang KK ini bisa melanjutkan atau memperpanjang bisnisnya sehingga perhitungan-perhitungan investasi bisa dijalankan.

“Masalahnya adalah bagaimana kita mendapatkan kepastian melanjutkan bisnis, KK itu untuk mineral karena sebagian untuk ekspor. Jadi cirikhas dari KK adalah bisnis yang berjangka panjang," kata Ido.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.