Sukses

Iwan Sunito, dari Bonek Jadi Raja Properti di Australia

Iwan Sunito adalah pendiri Crown International Holding Group dan bermarkas di Australia.

Liputan6.com, Jakarta - Australia bak surga properti bagi para pengembang maupun kalangan berduit. Dari  apartemen mewah menjulang tinggi di jantung kota Negeri Kangguru itu, ternyata beberapa diantaranya besutan salah satu pengembang raksasa berdarah Indonesia.

Siapa yang tidak mengenal Iwan Sunito?. Salah seorang pendiri Crown International Holding Group dan bermarkas di Australia. Bersama kedua rekannya dari Bali dan Hong Kong, Pria kelahiran Surabaya 1966 ini membesarkan bendera Crown Group sebagai pengembang properti terkemuka di Negara Tony Abbot tersebut.

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Fiki Ariyanti dan Awan Harinto dari Liputan6.com, Jakarta, belum lama ini, sejak berdiri 1996, Iwan mengaku mulai fokus pada pengembangan properti, apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat pengobatan (medical center) dalam sebuah kompleks hunian nyaman dan berkelas.

Produk propertinya telah membanjiri pasar Asia. Pertumbuhan bisnis Iwan melesat tajam dalam kurun waktu 18 tahun. Dalam catatan Pria murah senyum ini, kini, nilai proyek properti Crown Group menembus 4,5 miliar dolar Australia termasuk tambahan proyek di Indonesia. Capaian itu meroket dari sebelumnya senilai 28 juta dolar Australia.

Kebanggaannya semakin membuncah karena tim mampu menutup akhir tahun 2014 dengan kinerja gemilang. Crown Group berhasil menjual apartemen prestisius Sydney by Crown untuk jatah Indonesia senilai Rp 300 miliar.

"Luar biasanya target total satu tahun itu dicapai hanya dalam dua jam saja," ujar Sarjana

Arsitektur dan Manajemen Kontruksi dari Universitas New South Wales (UNSW), Australia.

Kesempatan menggarap pasar properti di tanah kelahiran tak disia-siakan Iwan. Crown Group telah menandatangani pendirian usaha patungan (joint venture/JV) dengan pengembang swasta lokal.

Dikatakannya, JV tersebut akan membangun proyek paling anyar dan perdana di Indonesia seluas 10 hektare (ha). Rencananya meliputi hunian (apartemen), kantor, medical center dan pusat perbelanjaan. 

"Lokasinya di dekat kota Jakarta dan diharapkan 2015 memulai kontruksi sehingga bisa launching ke pasar pada 2016," terang dia.   

Tidak puas sampai disitu, Crown Group ancang-ancang merilis dua proyek apartemen Ashfield dan Green Square di kota Sydney pada tahun depan. Dua proyek yang menawarkan hunian asri senilai 8 miliar dolar Australia sudah laris manis diserbu investor lokal maupun asing.

"Sebanyak 100 orang mau beli, sedangkan unit yang dijual cuma 400. Nanti ketika di launching pada April di Indonesia, pasti sold out karena targetnya untuk penjualan di sini 30 juta-50 juta dolar Australia," jelas Iwan.

Menyasar segmen menengah ke atas, Iwan menawarkan properti apartemen bergengsi seharga kisaran Rp 3,5 miliar sampai Rp 80 miliar per unit. "Prinsip saya bangun hunian sekelas Mercedes Benz tapi harga Honda," ujar dia.  

Mau tahu pendapatannya?

Crown Group mematok target pendapatan sekira Rp 7 triliun di 2015 atau meningkat dibanding proyeksi tahun ini sebesar Rp 5 triliun. Sementara tahun lalu, pendapatan perusahaan Rp 3,5 triliun.


Badai Krisis Membawa Berkat ...

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Badai Krisis Bawa Berkat

Badai Krisis Membawa Berkat


Perlahan namun pasti, Iwan menyibak tirai masa lalu saat pertama merintis karir dari nol.

Bermodal nekad seperti Bonek (Bondo Nekad), Master of Construction Management memulai bisnis kecil-kecilan sebagai seorang arsitek di Australia.

Segala pekerjaan yang berhubungan dengan mendesain dilakoninya tanpa berkeluh kesah,
mulai dari proyek rumah, dapur, pagar baik yang mendapat bayaran maupun yang nihil. Hingga suatu ketika, datang permintaan membangun rumah cukup besar dari orang Indonesia.


"Proyek kedua lagi rumah, ketiga rumah dan akhirnya berkembang membentuk Crown. Saya berangan-angan perusahaan ini menggarap properti developmet dan kesampaian. Nilai
proyek pertama saat di Crown sangat besar, karena butuh dana sampai 5 juta dolar Australia," papar Iwan.  

Berbekal kepercayaan dari konsumen, Crown naik daun. Hal ini tidak terlepas dari kolaborasi tim hebat dan tangguh baik dari para punggawa Crown maupun karyawan yang selalu menekankan semboyan "Big Trust Always Start From Small Trust".  

Saat ini, perusahaan berpusat di Sydney dengan kantor cabang di Singapura dan Indonesia (Jakarta, Bali dan Surabaya). Serta mempekerjakan 14 karyawan, ditambah 300 sampai 400 orang untuk membantu di lapangan.

Perjalanan Iwan menapaki anak tangga kesuksesan diwarnai kerikil-kerikil tajam. Tiga kali badai krisis menghantam perusahaan. Tapi apa yang terjadi? Bukannya tenggelam, nama Crown justru semakin berkibar.

Pria yang hobi menggambar itu memutar memori saat krisis moneter Asia menghadang perusahaan tepat satu tahun berdiri. Anehnya, bisnis properti di Australia justru menggeliat karena banyak investor Hong Kong kocar kacir keluar dari Tiongkok dan bermigrasi ke Australia. Inilah yang mendorong harga properti di Australia terkerek naik. Dan sejak itu Sydney dikenal investor luar negeri.


"Makanya 1997-2004, kami berkembang dengan proyek mulai dari 1 miliar dolar Australia. Jadi setiap launching proyek apartemen, sambutannya luar biasa," ucap Iwan.


Berjaya sampai 2004, resesi ekonomi kembali menyapa. Tapi bukan Iwan namanya jika dia tak mampu keluar dari belitan situasi tersebut. Saat pengembang lain memotong ongkos saat krisis, Crown justru membangun hunian yang terbaik.


Tercetuslah proyek Paramatta yang menampilkan gaya arsitek warisan budaya lokal. Inspirasinya datang dari Bali. Tak disangka, proyek ini mendapat sambutan luar biasa dari pasar sehingga mendongkrak profit perusahaan.


Setelah itu disusul krisis ekonomi global pada 2007. Iwan tak khawatir, bahkan cemas karena saat itu, posisi keuangan perusahaan sangat kuat. Dengan begitu, Crown tetap sanggup menggarap proyek bernilai fantastis.
 
"Jadi kami bikin produk yang berbeda dari pengembang lain, tetap membawa unsur tradisional tapi nyaman. Membuat taman yang asri dan membangun hunian dekat dengan transportasi umum. Karena konsumen nggak cari harga murah, tapi yang terbaik," tegas dia.

Sering Tinggal Kelas ...

3 dari 5 halaman

Sering Tinggal Kelas

Sering Tinggal Kelas

Sukses di negeri orang, tak melunturkan kenangan manis Iwan Sunito. Kenangan itu tertinggal di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, kampung di mana dia menghabiskan masa kecilnya selama belasan tahun sebelum hijrah ke Australia.   

Juragan properti ini begitu bersemangat menceritakan kisah hidupnya meski lahir dari keluarga pas-pasan. Tinggal di rumah apung sederhana, Iwan teringat dengan pekerjaan orang tua membuka usaha pemotongan kayu rencong. Sang Ibu pun harus mencari penghasilan tambahan berjualan kue.

Saat menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Surabaya, Pria yang dijuluki Si Anak Sungai Pangkalan Bun itu mempunyai pengalaman memilukan. Ternyata dia sering tinggal kelas.

"I don't know why. Tapi ini faktor lingkungan yang bikin saya nggak merasa mampu. Hidup saya penuh keminderan, nggak percaya diri, tapi kenyataannya nggak. Ini cuma persepsi dan saya sudah kalah di maindset," kata Iwan.

Namun kecelakaan membawa segala sesuatunya berubah. Iwan remaja mengalami tabrakan yang membuatnya terbaring koma selama lima hari. Peristiwa ini membuka jalan pikiran dia untuk menjadi orang besar, sukses dan bermimpi setinggi langit.


Gairah hidup Iwan kembali menggelora. Dia mampu menunjukkan prestasi gemilang ketika sekolah di SMA Sin Lui Surabaya. Dirinya mengaku berteman dengan anak-anak hebat, pintar sehingga memotivasi Iwan untuk menyamai bahkan mengungguli.

"Dari situ saya tersadar pikiran negatif nggak akan pernah melahirkan hasil yang positif," ujar dia.
Beruntung Iwan bisa mengecap pendidikan di Sydney seiring dengan perkembangan bisnis

orangtua. Dari sini, dia mulai mengenal budaya di Australia dengan kemampuan bahasa Inggris terbatas. Mengambil jurusan arsitektur, dirinya sanggup lulus dengan predikat desainer terbaik.

Obsesi Bikin Rumah Apung Jadi Cagar Budaya..

4 dari 5 halaman

Bikin Rumah Apung

Bikin Rumah Apung

Sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), ada keinginan besar untuk berkontribusi terhadap
tanah kelahiran. Salah satu mimpi yang ingin segera diwujudkan Iwan adalah merestorasi rumah apung di Pangkalan Bun menjadi cagar budaya.

"Saya sudah bicara dengan Gubernur Kalimantan Tengah, dan Anggota DPR di Pangkalan Bun yang kebetulan teman saya serta Bupatinya. Ini adalah kerinduan saya supaya rumah apung tersebut bisa menjadi aset dan nggak ditinggalkan," tutur Iwan.

Dengan nama besarnya di Australia, hidup bergelimang harta, popularitas semakin menanjak, apakah Iwan akan kembali menetap dan membangun Tanah Air?

Saat meluncur pertanyaan itu pada dirinya, Iwan mengatakan, diaspora tetap diperlukan di luar negeri untuk menjadi jembatan Indonesia masuk ke pasar global. "Ada diaspora yang akan kembali. Tapi nggak bisa semuanya balik ke Indonesia, nanti putus link untuk Indonesia ke luar negeri," ucap dia.

 

Pulang Kampung Garap Proyek...

5 dari 5 halaman

Pulang Kampung

Pulang Kampung Garap Proyek


Raja properti Australia ini melihat prospek Indonesia tumbuh menjadi negara maju. Diukur dari pendapatan per kapita. Sehingga Iwan sangat serius menggarap pasar properti di Tanah Air lewat rencana proyek yang telah disusun.

"Saya sangat serius pulang kampung, berkontribusi ke negara tanah kelahiran saya, karena Indonesia punya potensi luar biasa," ujar dia.

Hanya saja, kepulangannya tersebut tentu karena proyek pembangunan hunian di pinggiran Jakarta dan rencana launching 3 sampai 5 proyek selama 5 tahun di Indonesia. Meskipun baru fokus pada Jakarta dan Surabaya. Komitmen itu merupakan salah satu bentuk kepercayaan Iwan terhadap pemerintahan baru yang akan mengantarkan ekonomi Indonesia lebih tumbuh pesat dan bergeliat.

"Joko Widodo fokus pada usaha kecil dan menengah supaya bisa meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia dari US$ 4.000 menjadi US$ 8.000. Sangat mudah dicapai, karena Indonesia negara terbesar di Asia," paparnya.

Usaha kecil dan menengah ini, lanjut Iwan yang akan menggerakkan roda perekonomian Indonesia semakin cepat mencapai akselerasi. Bahkan dia optimistis, Indonesia akan sanggup menjadi negara dengan perekonomian 10 terbesar di dunia jauh lebih cepat dari proyeksi sejumlah pihak di 2030.

"Saya yakin, Indonesia bisa mengalahkan ekonomi Australia dan Inggris.Jadi ini bukan lagi abad Asia, tapi ini abadnya Indonesia menjadi luar biasa," paparnya.

Dia mengaku tak takut dengan kemungkinan terjadi lagi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan upah minimum buruh di Indonesia. Pemerintah, sambung Iwan, tentu akan mempunyai alasan untuk mengambil kebijakan tersebut.

"Kenaikan harga BBM penting sekali karena nggak memberi multiplier effect. Coba untuk membangun jalan, sekolah dan lainnya, maka investasi akan berlipat ganda. Pengaruh BBM ke suku bunga, sehingga menurunkan kemampuan orang membayar rumah. Tapi kami bisa sediakan rumah kecil atau besar sesuai daya beli," ungkap dia.


Sementara upah buruh, dirinya menilai harus terus ditingkatkan demi kebaikan rakyat Indonesia. "Namun harus diiringi dengan perbaikan produktivitas dan intelektualitas lewat pendidikan," tutup Iwan mengakhiri perbincangan.   (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini