Sukses

Negara Agraris, BPS Prihatin RI Rajin Impor

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono menyebutkan, kontribusi sektor pertanian terus menurun selama 10 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Julukan Indonesia sebagai negara agraris mungkin tak berlaku lagi saat ini. Penyebabnya, negara ini terus menunjukkan peningkatan impor produk pertanian setiap tahun baik dari sisi nilai maupun volume.

Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS), Adi Lumaksono mengungkapkan, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan sejak periode 2003-2013 dari 15,19 persen menjadi 14,43 persen atau di bawah rata-rata sektor lain.

"Kontribusinya terus menurun selama 10 tahun, padahal jumlah PDB meningkat. Sedangkan penduduk yang bekerja di sektor pertanian saat ini mencapai 38,07 juta orang dari total angkatan kerja di Indonesia," ucapnya saat acara Sosialisasi Hasil Sensus Pertanian 2013 di Jakarta, Selasa (12/8/2014).

Indonesia, kata Adi, merupakan salah satu negara pengekspor produk pertanian. Namun akibat tingginya kebutuhan produk pertanian di pasar domestik seiring pertumbuhan jumlah penduduk, memaksa Indonesia mengimpor produk pertanian dari negara lain.

"Karena produksi dalam negeri nggak bisa terpenuhi, kami impor juga. Nilai impor produk pertanian masih besar dari US$ 3,34 miliar pada 2003 menjadi US$ 14,90 miliar di 2013. Jumlah ini meningkat empat kali lipat dari nilai dan kuantitas meski ada kenaikan harga," jelas dia.

Adi menilai, kondisi tersebut sangat memprihatinkan lantaran Indonesia tersohor dengan sebutan negara agraris. BPS juga mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam pengendalian impor produk pertanian.

"Ini tentu menunjukkan keprihatinan kami dengan melihat kondisi Neraca Pembayaran Indonesia. Berapa banyak dolar keluar. Miris karena tanah kita subur, negara agraris. Apakah ini terkait kebijakan? Ini yang harus dipikirkan pemerintah," terang dia.

Dari hasil Sensus Pertanian 2013, rumah tangga yang mengusahakan produk pertanian sebanyak 16,55 juta rumah tangga. Dari sumber pendapatan utama di sektor pertanian, jumlah rumah tangga terbanyak mengusahakan tanaman padi dan palawija dengan jumlah 8,61 juta rumah tangga.

Selain itu, tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah dan jeruk diusahakan sebanyak 1,25 juta rumah tangga. Serta rumah tangga yang menggarap komoditas perkebunan yakni karet, kelapa, kelapa sawit sebanyak 4,72 juta rumah tangga.

Dulu dikenal agraris, konsumsi produk pertanian. Data strategis utk meningkatkan kesejahteraan penduduk petani pemenuhan gizi dan sbg. Kontri dr pertanian PDB, ada penurunan 10 tahun lalu. PDB meningkat tp dibwh sektor rata2 lainnya. Penduduk yg bekerja di sektor pertanian 38,07 dr angkatan kerja.

Sedangkan di usaha peternakan meliputi beternak sapi potong, ayam lokal dan kambing sebanyak 960,77 ribu rumah tangga. Dan di usaha penangkapan ikan laut 386,76 ribu rumah tangga, serta rumah tangga yang sumber pendapatan utama dari tanaman kehutanan sebanyak 163,63 ribu rumah tangga. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.