Sukses

YLKI Tolak Ide Kemenhub Soal Bayar Tiket Kereta Api Pakai Dolar

Menurut Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi agar KAI tak menanggung kerugian akibat gejolak kurs rupiah dengan menambah subsidi.

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keras usulan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) soal transaksi pembayaran tiket pesawat dan kereta api menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).

Hal ini diungkapkan Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi. Dia menilai usulan tersebut sebagai sebuah usulan yang melanggar Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 soal Mata Uang.  

"Usul kok ngawur. Memangnya dolar bisa dapat dari langit. Ide yang konyol dan justru melanggar UU karena transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah," tegas Tulus saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (29/6/2014).

Menurut Tulus, cara paling mudah agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) tak menanggung kerugian akibat gelojak kurs rupiah adalah dengan memberikan subsidi atau anggaran Public Service Obligation (PSO) dari pemerintah.

"Ya disubsidi saja. Anggaran PSO ditambah, bukan malah dikurangi, akhirnya yang kena tarif kereta api kelas ekonomi naik. Ini namanya nggak ada keberpihakan untuk angkutan massal dan masyarakat kecil," keluh Tulus.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso sebelumnya pernah menyatakan usulan transaksi berbasis dolar AS dilakukan agar perusahaan penyedia layanan tersebut tidak merasa dirugikan setiap kali ada gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kereta dan pesawat terbang itu investasinya pakai dolar, ya harusnya tarif pakai dolar, kalau bus investasi menggunakan rupiah jadi ya lebih pantas kalau ditarik pakai rupiah," ungkapnya.

Usulan itu justru disambut positif Kepala Humas KAI, Sugeng Priyono. Dia beralasan, memang 95% pengadaan sarana dan prasarana, termasuk juga bahan bakar kereta berasal dari luar negeri yang transaksinya menggunakan dolar AS.

"Kalau pengenaan tarif dengan alasan dipengaruhi dolar, itu setuju, karena memang 95% sarana dan prasaran kereta api itu impor," ujarnya.

Namun berbeda dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Dia menyarankan agar ide itu dipertimbangkan kembali karena jika penetapan tarif dilakukan menggunakan dolar maka yang akan diuntungkan adalah perusahaan.

Sedangkan masyarakat akan terkena dampak karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selalu berfluktuatif."Kalau saya sesuai Undang-Undang saja. Untuk apa UU dibentuk kalau tidak untuk ditaati," tegasnya. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini