Sukses

Pemerintah Belum Optimal Bagi Pasokan Mineral untuk Smelter

Manajemen PT Indosmelt dan Nusantara Smelting merasa dirugikan apabila tidak mendapatkan pasokan konsentrat tembaga dari Freeport dan NNT.

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Indosmelt dan PT Nusantara Smelting menilai  pemerintah kurang optimal sebagai regulator dalam pengaturan bahan baku konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).

PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara bekerjasama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Hasil produksi kedua perusahaan tersebut dipasok ke smelter tersebut.

Direktur Utama Indosmelt, Natsir Mansur menyayangkan, semua  produksi konsentrat yang dihasilkan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara sebesar 1,6 juta ton dipasok ke smelter tersebut.

Padahal sebelumnya, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara telah melakukan perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement /CSPA) dengan PT Indosmelt dan PT Nusantara Smelting.

"Freeport dan Newmont, dengan adanya ini CSPA kami bangun smelter tembaga,"  kata Natsir, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (14/5/2014).

Ia menilai, pemerintah sebagai regulator tidak optimal dan memihak Antam. Hal itu karena membiarkan seluruh produksi  PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dikelola oleh smelter Antam.

"Pemerintah berpihak pada Antam, Antam pemain baru mau mencaplok 1,6 juta, karena itu kami tidak harapkan ini, pemerintah harus bertindak sebagai regulator," tutur Natsir.

Menurut Natsir, hal ini jelas merugikan, baik secara materil dan moril, kedua perusahaan tersebut pun menanggung malu karena tak kunjung membangun smelter.

"Kalau ini terjadi terus efek besar sekali karena kami dirugikan hal materi dan non materi betapa malunya kami tidak jalan,  konsekuensi morilnya," tegasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Nusantara Smelting, Juangga Mangsi menambahkan, pihaknya tidak mempermasalahkan ada pendatang baru tersebut, namun ia  meminta pemerintah sebagai regulator memperlakukan ketiga perusahaan dengan adil.

"Dibagilah sesuai kebutuhan. Saya rasa cukup, kalau smelter itu jadi kami tidak masalah. Tapi kalau tidak jadi bagaimana? Artiannya 2017 terancam gagal," pungkas Juangga. (Pew/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.