Kemenkeu Copot Rahmady Effendy dari Jabatan Kepala Bea Cukai Purwakarta

Pemeriksaan internal yang dilakukan Bea Cukai tersebut sejalan dengan upaya institusi untuk mewujudkan organisasi yang akuntabel.

oleh Tim News diperbarui 13 Mei 2024, 22:34 WIB
Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi. (Foto: laman www.beacukai.go.id).

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaen dicopot setelah hasil pemeriksaan internal Bea Cukai menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.

"Pencopotan REH dari jabatannya kami lakukan sejak Kamis, 09 Mei 2024 guna mendukung kelancaran pemeriksaan internal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/5/2024).

Pemeriksaan internal yang dilakukan Bea Cukai tersebut sejalan dengan upaya institusi untuk mewujudkan organisasi yang akuntabel.

"Pemeriksaan lebih lanjut akan meninjau indikasi tersebut, termasuk kelengkapan dan akurasi pelaporan LHKPN-nya. Ini merupakan mekanisme kami dalam merealisasikan tata kelola organisasi yang baik,” imbuh Nirwala.

Lebih lanjut, Nirwala memastikan Bea Cukai akan menjaga keberlanjutan pemberian layanan dan pelaksanaan pengawasan oleh Bea Cukai Purwakarta.

"Segera akan ditunjuk Pelaksana Harian Kepala Kantornya, agar operasional kantor tersebut tetap berjalan,” tutup Nirwala. 

2 dari 3 halaman

Laporan KPK

Banjir merendam halaman Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta, Selasa (25/2/2020). Hujan yang mengguyur Jakarta sejak dini hari tadi membuat halaman Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terendam banjir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

 

Rahmady sebelumnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas.

Andreas menilai ada kejanggalan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rahmady.

Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istrinya Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.

Rahmady memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.

Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.

3 dari 3 halaman

Harta Kekayaan Rahmady

Berdasarkan hasil penelusurannya, Rahmady melaporkan harta sebesar Rp3,2 miliar pada 2017. Pun pada 2022, harta yang dilaporkan hanya sebesar Rp6,3 miliar. Sementara jumlah pinjaman yang diberikan kepada kliennya mencapai Rp7 miliar.

Di samping melaporkan ke KPK, Andreas juga menyambangi Kementerian Keuangan untuk meminta kepastian hukum.

"Kedatangan kami bukan karena ada masalah dengan instansi negara, tapi setelah kami pelajari kasusnya, ada kejanggalan LHKPN. Ini sebenarnya ranah personal, tapi setelah melihat ada kejanggalan, sebagai warga negara yang baik kami mencoba melaporkan tindakan ini,” jelas Andreas di Kementerian Keuangan, Senin.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya