Pabrikan Gunakan LFP, Menteri ESDM Yakin Nikel Tetap Dibutuhkan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, meyakini komuditas nikel tetap dibutuhkan untuk produksi baterai kendaraan listrik

oleh Arief Aszhari diperbarui 22 Feb 2024, 11:09 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan jika langkah Indonesia melarang ekspor barang mentah seperti mineral akan ditiru negara lain, yakni Filipina.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini komoditas nikel tetap dibutuhkan untuk produksi baterai kendaraan listrik. Walaupun saat ini, pabrikan kendaraan dunia sudah mulai beralih menggunakan baterai dengan basis lithium feerophosphate (LFP).

Pasalnya, variasi jenis baterai kendaraan listrik ini memang dibutuhkan guna mengakomodasi bertambahnya jumlah pengguna kendaraan listrik pada masa depan.

"Ya tetap bagus (potensi baterai berbasis nikel). Berapa banyak sih LFP, jumlah kendaraan berapa? Kita aja mobil ada 24 juta unit, kemudian 120 jutaan roda dua. Itu kan diserahkan sama konsumen, mana yang kira-kira (cocok untuknya)," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Arifin juga angkat suara terkait wacana Kementerian Perindustrian yang akan membatasi penggunaan kendaraan listrik yang menggunakan baterai berbasis LFP.

Arifin mengaku, pihaknya saat ini belum melakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian wacana kebijakan tersebut.

Kendati demikian, ia tidak menyangkal penggunaan baterai jenis LFP tengah digandrungi oleh produsen mobil listrik global, khususnya yang berasal dari China seperti BYD hingga Wuling.

Dikatakan Arifin, salah satu penyebab belum populernya penggunaan baterai berbasis Nickel Mangan Cobalt (NMC) lantaran kegiatan industri baterai di Indonesia belum berjalan.

"LFP, saya juga belum koordinasi. Tapi LFP kan ini udah masuk di Wuling lalu BYD, sekarang udah mengalahkan pasar Tesla," pungkas Arifin.

2 dari 2 halaman

Moeldoko Sebut Insentif Mobil Hybrid Tak Penting, Ini Alasannya

Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko menyebutkan insentif untuk mobil hybrid tidak terlalu penting. Pasalnya, kendaraan ramah lingkungan jenis tersebut, tetap masih menggunakan mesin bensin.

"Ya, sebenarnya menurut saya gak penting-penting amat, karena apa? Toh masih pakai bensin, dan tambah lagi apakah itu menjadi beban bagi pengendara, saya juga tidak ngerti karena harus ada dua hal kan. Satu ada bensin satu ada listriknya, tapi konsumennya akan menentukan," jelas Moeldoko, saat berkunjung ke arena IIMS 2024, Selasa (20/2/2024).

Lanjut Moeldoko, insentif untuk kendaraan listrik memang lebih baik hanya untuk mobil listrik baterai alias battery electric vehicle (BEV).

"DI EV, ya karena kita nyata-nyata EV itu ada dua dampak positifnya bagi masyarakat, bangsa, dan negara," tegas Moeldoko.

Menurut Moeldoko, ada dua dampak peralihan mobil listrik baterai, pertama adalah masalah lingkungan yang menjadi lebih baik. Kemudian, masalah terkait konsumsi bahan bakar, yang memang bisa berkurang lebih jauh, dan tentunya akan mempengaruhi jumlah impor BBM di Indonesia.

"Kedua, adalah masalah besaran impor BBM kita. Itu sangat-sangat besar. Jadi, subsidi itu nanti akan bisa berkurang sangat signifikan," tukasnya.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya