Para Bos Perusahaan Besar AS Bersuara, Khawatirkan Resesi di Depan Mata Tahun Depan

CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon memperingatkan bahwa kenaikan suku bunga, lonjakan inflasi, dan tekanan geopolitik dapat semakin mendorong resesi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Des 2022, 16:11 WIB
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Mendekati tahun 2023, prospek resesi terus membayangi ekonomi Amerika Serikat. Sejumlah perusahaan besar di negara itu pun sedang bersiap untuk menghadapi perlambatan dalam belanja konsumen.

Dikutip dari CNBC International, Rabu (7/12/2022) CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon memperingatkan bahwa kenaikan suku bunga, lonjakan inflasi, tekanan geopolitik, dan faktor lainnya dapat semakin mendorong resesi.

Dimon memprediksi, peningkatan belanja konsumen pada tahun 2022 tidak akan bertahan lama, dan menggarisbawahi risiko yang ditimbulkan oleh kenaikan suku bunga karena The Fed berjuang untuk mengekang inflasi.

Pergolakan geopolitik tahun ini, termasuk perang di Ukraina dan ketegangan perdagangan AS-China, juga termasuk di antara "awan badai" yang diperhatikan Dimon.

Saat dolar menguat, dia mencatat bahwa perdagangan internasional, salah satunya minyak akan terus menjadi lebih mahal karena mata uang yang lebih lemah dipaksa untuk menyesuaikan selisihnya.

"Ketika Anda melihat ke depan, hal-hal itu mungkin menggagalkan ekonomi dan menyebabkan resesi ringan hingga berat yang dikhawatirkan masyarakat," kata Dimon. 

CEO General Motors Mary Barra juga mengantisipasi hambatan ekonomi tahun depan tetapi belum membunyikan alarm resesi.

"Saya tidak akan menyebut resesi, itu yang harus dilakukan para ekonom," ujar Barra.

"Tapi saat ini, kami masih melihat konsumen yang cukup kuat," ungkapnya.

Meskipun demikian, produsen mobil itu tetap berhati-hati untuk bersiap menghadapi potensi menurunnya permintaan, seperti yang telah diantisipasi industri lain.

Selama pandemi, ketika konsumen mengurangi pengeluaran untuk perjalanan dan layanan, beberapa industri mengalami peningkatan permintaan dan lengah ketika permintaan tersebut menyusut.

Barra mengatakan bahwa General Motors sedang mempersiapkan "tahun 2023 yang cukup konservatif" agar tidak lengah, tetapi dia masih melihat "permintaan terpendam" dari pandemi.

2 dari 3 halaman

Perusahaan Ritel Walmart Melihat Masih Dibutuhkannya Upaya Peredam Inflasi

Presiden Jokowi beberkan mengenai resesi global yang disebut akan mulai menghantui masyarakat mulai awal tahun depan. (unsplash.com/Markus Spiske)

Aih-alih resesi, CEO Walmart Doug McMillon mengatakan masih diperlukan suatu langkah untuk meredakan inflasi bagi pelanggannya.

"Kami memiliki beberapa pelanggan yang sadar anggaran berada di bawah tekanan inflasi selama berbulan-bulan," kata McMillon.

"Haruskah The Fed melakukan apa yang perlu dilakukan, bahkan jika itu adalah pendaratan yang jauh lebih sulit daripada yang kita inginkan? Saya pikir inflasi perlu ditangani," ujarnya.

Meskipun Walmart masih melihat pengeluaran yang kuat, McMillon melihat pengeluaran yang lebih konservatif dalam kategori tertentu seperti barang elektronik dan mainan.

Walmart telah melihat masalah kepegawaian selama pandemi dan mulai mereda karena telah menaikkan gaji, tetapi McMillon mencatat masih ada tekanan perekrutan di bagian kasir.

Jika resesi yang parah melanda, McMillon memastikan bahwa Walmart tidak akan melakukan pengurangan staf.

"Pelanggan dan anggota perlu dilayani sehingga akan mendorong jumlah karyawan kami. Pertumbuhan mungkin akan terus naik," ucap dia.

3 dari 3 halaman

Perusahaan Maskapai United Airlines Prediksi Bakal Ada Resesi Ringan di 2023

Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock

Kemudian ada CEO United Airlines Scott Kirby yang mengatakan bahwa perusahaannya memasuki tahun ini dengan optimisme.

Tetapi tahun 2023 mungkin akan melihat "resesi ringan yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga The Fed."

Setelah pandemi, perjalanan bisnis di AS mulai menunjukkan pemulihan. Tetapi Kirby mengatakan bahwa permintaan wisatawan sedang naik, yang mungkin mengindikasikan "perilaku pra-resesi."

Dan meski industri berada di tahap kedelapan pemulihan dari Covid-19, Kirby mengungkapkan bahwa pihaknya masih berjuang melawan masalah yang tersisa dari pandemi, seperti kekurangan pilot dan mahalnya bahan bakar.

Untuk saat ini, perusahaan maskapai telah menuai keuntungan dari pekerjaan hybrid, dengan peningkatan pekerjaan jarak jauh yang memberi orang lebih banyak fleksibilitas untuk bepergian, kata Kirby.

Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya