BPOM Ungkap Dua Pabrik Tahu di Parung Bogor Gunakan Formalin

Dari hasil penggerebekan dengan melibatkan petugas kepolisian, di dua pabrik tahu itu BPOM menemukan barang bukti berupa 38 kilogram formalin jenis serbuk dan 60 kilogram formalin jenis cair.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 11 Jun 2022, 04:40 WIB
Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) RI mengungkap dua pabrik tahu di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, terbukti menggunakan bahan formalin. (Achmad Sudarno/Liputan6)

Liputan6.com, Jakarta - Dua pabrik tahu di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, terbukti menggunakan bahan formalin. Hal itu berdasarkan hasil pengungkapan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Pengungkapan kasus tersebut bermula dari adanya laporan masyarakat, di mana ada dua pabrik tahu diduga menggunakan bahan formalin.

Tim BPOM kemudian melakukan investigasi kurang lebih selama sepekan. Dan hasilnya bahwa dua pabrik tahu yang berada di Desa Waru dan Desa Waru Jaya itu benar memakai bahan kimia berbahaya tersebut.

"Penggunaan formalin pada produksi tahu ini temuan yang cukup besar," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito saat konferensi pers di pabrik tahu yang berlokasi di Desa Waru Kaum, Parung, Bogor, Jumat (10/6/2022).

Dari hasil penggerebekan dengan melibatkan petugas kepolisian, di dua pabrik itu BPOM menemukan barang bukti berupa 38 kilogram formalin jenis serbuk dan 60 kilogram formalin jenis cair.

Tak hanya itu, turut disita sekitar 1.500 tahu berformalin yang siap didistribusikan ke tiga pasar di berbagai daerah, yaitu Pasar Ciputat, Pasar Parung, dan Pasar Jembatan Dua Jakarta.

"Dari dua pabrik ini memiliki kapasitas produksi 120 juta tahu per bulan. Dan biasa didistribusikan ke wilayah Jakarta, Bogor, dan Tangerang. Omsetnya ratusan juta per bulan dan miliaran rupiah per tahun," bebernya.

 

 

2 dari 2 halaman

Pabrik Ditutup

Ilustrasi tahu. (dok. pixabay.com/allybally4b)

Penny mengatakan, kedua pabrik tersebut akan ditutup sehingga tidak bisa memproduksi tahu kembali. Tak hanya itu, kedua pemiliknya berinisial S (35 ) dan N (45) segera ditetapkan sebagai tersangka.

Pemilik usaha akan dijerat Undang-Undang Pangan, sanksinya lima tahun penjara atau denda Rp 10 miliar. "Karena mereka ini menggunakan bahan berbahaya untuk pangan," kata Penny.

Sejak tahun 2016, lanjut Penny, pemerintah melarang formalin untuk bahan campuran pengolahan pangan. Formalin pemanfaatannya hanya untuk non-pangan seperti produksi kayu dan pengawetan jenazah.

"Mereka melakukan kejahatan pangan untuk mengambil keuntungan. Saya kira ini sangat mengecewakan, menyedihkan," ujar Penny.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya