Stok Daging Lokal Defisit, Jabodetabek dan Bandung Kuasai 60 Persen Konsumsi

Total konsumsi masyarakat terhadap protein hewani yang berasal dari daging sapi dan kerbau mencapai 720 ribu ton per tahun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Feb 2022, 18:00 WIB
Aktivitas jual beli daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (5/8). Pemerintah mencabut ketentuan kewajiban importir daging untuk menyerap daging lokal sebanyak tiga persen dari total kuota impor yang diperoleh. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Mogok penjualan beberapa waktu lalu dan kenaikan harga daging sapi saat ini jadi dampak atas terlalu bergantungnya Indonesia pada impor dari Australia.

Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Djoni Liano menghitung, total konsumsi masyarakat terhadap protein hewani yang berasal dari daging sapi dan kerbau mencapai 720 ribu ton per tahun.

Namun, kemampuan stok sapi lokal untuk itu baru di sekitar angka 430 ribu ton per tahun.

"Jadi 290 ribu ton masih defisit. Defisit ini lah yang diimpor, ada sapi hidup, daging sapi beku, dan daging kerbau beku. Sementara dengan impor, kita ada impact-nya dari harga internasional itu," terangnya kepada Liputan6.com, Kamis (24/2/2022).

Dari total konsumsi 720 ribu ton tersebut, mayoritas atau separuh lebihnya berasal hanya dari dua wilayah aglomerasi, yakni Jabodetabek dan Bandung Raya.

"Jadi sebetulnya kebutuhan nasional konsumsi daging kita, 60 persen ada di Jabodetabek dan Bandung Raya," kata Djoni.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Impor

Penjual daging menunggu pembeli di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (8/4/2021). Pemerintah melalui Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, menegaskan, pihaknya siap melakukan intervensi jika stok daging langka dan terdapat lonjakan harga pada bulan Ramadan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Terkait ketergantungan akan impor, Djoni melanjutkan, volume permintaan masyarakat atas produk daging sapi kini mulai berangsur pulih. Sehingga tuntutan impor komoditas daging pun terpaksa ditambah.

Di sisi lain, negara pengekspor besar daging seperti Australia pun harus memenuhi kebutuhan domestiknya, yang juga terus naik.

"Saya kira mereka mengatakan, kalau kalian butuh ya harganya sekian. Kalau kita enggak ada alternatif pada akhirnya terpaksa kan, terpaksa mengimpor untuk kebutuhan kita juga, dan untuk melanjutkan bisnis kita. Sehingga muncul lah penyesuaian-penyesuaiannya," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya