Penularan COVID-19 di Indonesia Lebih Lambat dari Negara Lain, Jangan Lengah dan Jemawa

Jelang pergantian tahun, kasus aktif COVID-19 di Indonesia kian menurun. Namun, masyarakat pun diminta untuk tidak lengah maupun jemawa.

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Nov 2021, 10:00 WIB
Tenaga kesehatan berbicara menggunakan ponsel setibanya di RSDC Pasar Rumput, Jakarta, Senin (2/8/2021). Pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan di tower RSDC-19 Rusun Pasar Rumput sebanyak 466 orang hingga Senin (2/8) ini. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang pergantian tahun, kasus aktif COVID-19 di Indonesia kian menurun. Namun, masyarakat pun diminta untuk tidak lengah maupun jemawa. Hal tersebut berkaitan dengan laju penularan virus SARS-Cov-2 di Indonesia yang memang lebih lambat dari negara lain.

Ketua Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Hery Trianto mengungkapkan bahwa penularan virus COVID-19 di Indonesia biasanya terlambat 30-60 hari. Keterlambatan tersebut juga terlihat pada gelombang satu dan dua yang telah terjadi sebelumnya.

"Kalau dari sisi data yang kami miliki, gelombang penularan di Indonesia itu selalu terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam dua gelombang sebelumnya itu kita pasti ada delay sekitar 30 sampai 60 hari dari peningkatan di sejumlah negara," ujar Hery saat talk show Dua Sejoli: Masker dan Vaksin pada Rabu, (10/11/2021).

"Ini ada dua penyebabnya, karena memang proses penularannya yang memang tertunda. Tetapi kemudian juga kita harus waspadai bahwa ketika satu-satunya cara yang bisa kita lakukan sekarang adalah mencegah penularan. Artinya, faktor penularan satu-satunya adalah manusia. Berarti kita harus menjalankan ini, memakai masker," tambahnya. 

Tak lupa, Hery pun mengingatkan bahwa hal selanjutnya yang harus menjadi perhatian bersama adalah bagaimana jika virus COVID-19 ini menginfeksi orang-orang dengan risiko tinggi. Seperti orang dengan komorbid, juga yang masuk dalam kategori rentan lainnya.

Orang-orang dengan kategori tersebut pun harus segera dilindungi. Tak hanya dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat, namun juga melalui melakukan vaksinasi dengan dosis yang lengkap.

"Mereka harus segera kita lindungi dengan vaksin, karena vaksin sudah terbukti untuk bisa menekan risiko kematian sampai 73 persen. Jadi vaksin memang belum terbukti bisa membuat kita kebal, tetapi saat ini sudah bisa mencegah risiko kematian," kata Hery.

2 dari 3 halaman

Berkaca dari negara lain

Dalam kesempatan yang sama, Hery pun mengingatkan bahwa Indonesia sebenarnya bisa berkaca lewat kasus-kasus COVID-19 yang bermunculan di negara lain. Seperti Amerika Serikat dan Rusia, misalnya.

"Kita belajar dari negara-negara lain misalnya yang cakupan vaksinasinya sudah di atas 80 persen dari populasi, tetapi penularan hariannya masih cukup tinggi diatas 60 ribu. Itu terjadi di Amerika Serikat, dengan kematian harian yang masih sekitar 1000 lebih. Di Rusia juga sama," ujar Hery.

Menurut Hery, ketika kita tidak jemawa, tidak berpuas diri, tetap patuh, disiplin terhadap prokes, memakai masker, kemudian cepat-cepat vaksin, Indonesia pun boleh berharap agar tidak terjadi atau setidaknya menunda terjadinya gelombang ketiga.

"Kondisi sekarang memang bagus, tetapi pandemi belum selesai. Itu yang harus diingat," kata Hery.

3 dari 3 halaman

Infografis

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya