Aset Industri Keuangan Syariah Hampir Sentuh Rp 2.000 Triliun

Perkembangan bank syariah menghadapi berbagai tantangan, antara lain perubahan ekosistem keuangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2021, 14:30 WIB
Pengunjung mendatangi sebuah stand saat Festival Pasar Modal Syariah 2016 di Bursa Efek Jakrta, Kamis (31/3). Jumlah saham syariah tercatat sebanyak 318 saham atau 61 persen dari total kapitalisasi pasar saham Indonesia. (Liputan6.com/AnggaYuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja industri keuangan syariah tumbuh positif selama pandemi Covid-19. Pertumbuhan tersebut tercermin dalam kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.

Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nyimas Rohmah menjelaskan, aset industri keuangan syariah hampir mencapai Rp 2.000 triliun hingga Juli 2021. Jumlah tersebut belum memasukkan industri saham syariah.

Dengan jumlah tersebut maka market share industri keuangan syariah mencapai 10,11 persen dari total industri keuangan nasional.

"Sementara itu, jika dilihat dari sisi industri perbankan sendiri maka angka market share-nya baru mencapai 6,59 persen. Dari total aset perbankan nasional saat ini Rp 631.58 triliun merupakan aset perbankan syariah," ungkap Nyimas dalam pernyataannya, Jumat (15/10/2021).

Pengumpunan dana pihak ketiga perbankan syariah mencapai Rp 504 triliun dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan sebesar Rp 405 triliun.

"Perkembangan aset dan DPK dan pembiayaan perbankan syariah meningkat tiap tahun dan tumbuh positif di tengah pandemi," ucap Nyimas.

Secara komposisi angka itu masih didominasi oleh 12 bank umum syariah sebesar 65.73 persen. Sementara itu, jumlah rekening bank syariah meningkat, tercermin dari rekening DPK per Juli 2021 mencapai 40 juta rekening, dan rekening pembiayaan mencapai 6 juta rekening.

Kendati demikian, Nyimas mengingatkan bahwa perkembangan bank syariah menghadapi berbagai tantangan. Antara lain perubahan ekosistem keuangan yang cepat karena perubahan teknologi diikuti perubahan ekspektasi masyarakat yang menginginkan produk dan layanan yang lebih mudah cepat dapat diakses dari mana saja, aman dan sesuai kebutuhan.

"Tantangannya dari skala usaha, daya saing, kapasitas modal, risiko digital, cyber security, dan sistem failure risk," tegasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Peta Jalan

Nasabah menunggu di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Untuk itu, OJK menerbitkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah 2020 2025 (RP2SI) sebagai langkah strategis untuk selaraskan arah pengembangan perbankan syariah Indonesia serta menjadi katalisator akselerasi pengembangan Syariah.

"Di 2018 kami sudah lakukan kajian transformasi perbankan syariah dan berdasarkan hasil survey, FGD dan indepth interview dengan ekspert di perbankan syariah, diperoleh hasil bahwa perbankan syariah masih punya kelemahan seperti model bisnis, indeks literasi dan inklusi, kuantitas dan kualitas SDM dan teknologi yang belum memadai. Sehingga diperlukan transformasi agar jadi perbankan syariah yang berdaya saing tinggi," jelas dia.

Dengan roadmap tersebut, OJK berharap perbank syariah akan unggul pada sosioeconomy impact.

"RP2SI membawa visi mewujudkan perbankan syariah yang resilien, berdaya saing tinggi dan kontribusi signifikan tidak hanya ekonomi nasional tetapi juga pembangunan sosial. Untuk mencapai visi tersebut, OJK dalam roadmap meletakan tiga 3 pilar arah pengembangan dengan beberapa inisiatif strategis di dalamnya. Yakni terdiri dari penguatan identitas perbankan syariah, sinergi ekosistem ekon Syariah, penguatan perijinan, pengaturan dan pengawasan," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya