Kasus Suntik Vaksin Kosong di Pluit, Ahli Sarankan Ada Pengawas dan Protap bagi Nakes

Laura menilai bisa saja suntikan kosong itu disebabkan kelalaian dari tenaga kesehatan (nakes) lantaran tidak adanya kontrol yang dilakukan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Agu 2021, 13:32 WIB
Vaksinator menunjukkan botol vaksin Moderna saat vaksinasi dosis ketiga atau booster kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Vaksinasi booster tersebut dimaksudkan untuk memberikan proteksi tambahan kepada tenaga kesehatan. (merdeka.com/Iqbal S. Nug

Liputan6.com, Jakarta Satu orang tenaga kesehatan (nakes) berinisial EO ditetapkan sebagai tersangka lantaran  aksinya yang diduga menyuntikkan vaksin Covid-19 kosong di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, peristiwa tersebut terjadi karena kelalaian vaksinator.

Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani turut mengomentari peristiwa tersebut. Ia melihat bahwa jika hal itu disebabkan kelalaian dari tenaga kesehatan (nekes), dapat dimungkinkan lantaran tidak adanya kontrol yang dilakukan.

"Karena kita tahu program vaksinasi dibuat semassal mungkin ya. Jadi faktor kelelahan itu bisa jadi alasan. Tapi harusnya prosedurnya untuk mengambil vaksin itu jelas, di mana botol vaksinnya, kemudian spuit-nya," kata Laura kepada Liputan6.com, Rabu (11/8/2021).

Dengan begitu, lanjut Laura semestinya peristiwa tersebut bisa diminimalisir untuk terjadi. Atau bahkan tidak terjadi sama sekali.

"Walaupun sampai nakesnya dalam kondisi lelah," ujar dia.

Harus Ada Standar

Laura menyarankan supaya dalam melakukan vaksinasi, nakes semestinya memiliki standar yang baku. Standar itu terikat pula sampai saat mereka meletakan peralatan vaksin.

"Jadi botol yang sudah diambil vakisnnya itu pembuangannya di mana, lokasinya harus jelas. Terus pengambilan spuit-nya juga harus jelas. Jadi selelah-lelahnya nakes, kalau itu udah standar ya untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan," ujar dia.

Jika seperti itu, maka menurut dia akan terbentuk refleks di diri para nekes. Kendati mereka melakukan vaksinasi dengan kecepatan tinggi, maka tingkat kesalahan akan tetap kecil.

 

2 dari 2 halaman

Telah Berstatus Tersangka

Seorang siswa menjalani vaksin COVID-19 di SMUN 20 Jakarta, Kamis (1/7/2021). Per tanggal 1 Juli 2021, anak-anak usia 12-17 tahun di DKI Jakarta sudah mulai mendapatkan vaksinasi. Agar anak-anak kita terlindungi dari wabah Covid-19 dengan varian baru. (merdeka.com/Imam Buhori)

Kendati begitu, Laura tidak menyalahkan vaksinator sepenuhnya. Untuk itu mestinya ada pengawas yang memantau jalannya vaksinasi supaya para vaksinator itu bekerja secara tepat.

"Dibutuhkan pengawas, bisa aja secara random. Tapi kita juga enggak tahu suntikan ke berapa yang bisa saja lalai dari SOP. Ini juga sebetulnya tidak bisa dihindari tapi bagaimana membuat sistem yang tujuannya meminimalisir insiden-insiden yang mungkin saja bisa terjadi," ujar dia.

Sebelumnya video soal nakes yang menyuntikan suntikan kosong dalam sebuah acara vaksinasi Covid-19 sempat viral di media sosial. Kini nakes yang diketahui berinisial EO itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Betul, EO kita tetapkan sebagai tersangka, memang kerjanya perawat. Selama kegiatan vaksinasi massal, ibu ini juga terlibat dan diminta bantuan untuk melakukan vaksinasi," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8/2021).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya