Pemerintah Beri Sinyal Program Kartu Prakerja 2021 Bakal Digelar Offline

Pemerintah telah memastikan Program Kartu Prakerja akan berlanjut pada tahun 2021.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 23 Nov 2020, 20:15 WIB
Ilustrasi kartu prakerja. Prakerja.go.id

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah memastikan Program Kartu Prakerja akan berlanjut pada tahun 2021. Namun dalam pelaksanaannya tahun depan, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko berharap pelatihan bisa dilakukan secara offline.

Pelatihan offline dilakukan agar pembekalan skill yang diberikan kepada para peserta menjadi lebih banyak. Hal tersebut sesuai dengan tujuan awal dirancang program Kartu Prakerja, dimana peserta diberikan lebih banyak pelatihan ketimbang insentif.

"Saya kira nanti kalau pandemi selesai dan sudah kembali normal. Maka kami akan balik lagi pada tujuan awal, membekali seseorang agar lebih padat lagi," ucapnya dalam diskusi diskusi daring, Senin (23/11/2020).

Kendati demikian, Moeldoko menegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti program pelatihan Prakerja secara online tak efektif. Menurutnya, pelatihan online tetap memiliki kelebihan karena bisa menjangkau lebih banyak peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

"Dengan adanya pandemi ini, semuanya juga sedang menghadapi situasi yang sulit maka pembekalannya sedikit berkurang, tapi logistiknya menjadi lebih banyak," kata dia.

Moeldoko menilai, upskilling dan reskilling dalam program Kartu Prakerja sangat penting dilakukan secara langsung. Hal ini agar para peserta dapat lebih siap untuk masuk ke dunia kerja. Apalagi, jumlah yang bisa diserap pasar tenaga kerja saat ini sangat terbatas dan kemampuan yang dibutuhkan sangat spesifik.

"Sehingga nanti kalau ada kesempatan-kesempatan pekerjaan di luar, sesuai bidangnya yang diperlukan di market, maka dia bisa masuk dengan baik," tutur Moeldoko.

2 dari 2 halaman

PMO Kartu Prakerja Curhat Kendala Paling Sulit Saat Menyaring Calon Penerima Manfaat

Kartu Prakerja. Dok Prakerja.go.id

Manajemen Pelaksana (PMO) kartu Prakerja mengakui adanya kesulitan dalam integrasi data calon penerima manfaat. HAl ini lantaran data dari sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) yang bekerjasama dengan Kartu Prakerja memiliki data yang kurang akurat.

Direktur Operasi Kartu Prakerja Hengki Sihombing menjelaskan, hal ini tak lepas dari persyaratan utama untuk mengikuti program kartu prakerja, yakni minimal berusia 18 tahun, WNI, dan tidak sedang menempuh pendidikan formal.

Dengan kriteria tersebut, maka akan banyak orang yang termasuk di dalamnya. Hingga terbit Permenko 11/2020 yang menambah kriteria bagi masyarakat yang tidak berhak mendapatkan kartu prakerja. Diantaranya; Pejabat negara, Pimpinan dan anggota DPRD, ASN, TNI-Polri, Kepala desa dan perangkat desa, Direksi, komisaris, dan dewan pengawas pada BUMN atau BUMD.

“Jadi kalau di sekarang pekerjaan PMO yang paling berat adalah untuk dalam tanda kutip memberikan tepat sasaran. Karena kita sendiri juga tidak punya data yang pasti,” kata dia dalam diskusi daring, Selasa (23/11/2020).

Adapun data yang diandalkan PMO untuk menyaring berdasarkan kriteria, pertama dari Dukcapil. Dimana dari data ini akan menjawab kriteria dari sisi usia dan kewarganegaraan.

“Yang kedua adalah untuk memastikan bahwa orang ini sedang bersekolah atau tidak, kita itu kita melakukan integrasi dengan Dikti dan Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Itu adalah untuk menentukan bahwa mereka berusia 18 tahun keatas dan tidak sedang (menjalani) pendidikan formal,” kata Hengky.

Kemudian, PMO juga meminta data Kemensos terkait dengan data penerima bansos. Lalu untuk data penerima BSU, didapat dari BPJS TK.

“Sehingga di saat kita mau (menunjuk) penerima kartu prakerja, kita memvalidasi dulu apakah orang-orang ini termasuk di sana atau tidak,” kata dia.

“Jadi memang dilemanya di PMO itu adalah kerjasama dengan kementerian dan lembaga ini. Karena di mereka sendiri juga mereka mengaku data yang dipakai itu juga tidak update,” sambung Hengky.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya