Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tak Hanya Terima Suap dari Harun Masiku

Majelis hakim Pengadilan Tipikor membeberkan total suap yang diterima eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang mencapai Rp 1,1 miliar.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 24 Agu 2020, 20:14 WIB
Mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan usai menjalani sidang dengan agenda dakwaan saat sidang online di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/5/2020). Wahyu Setiawan diperiksa terkait dugaan menerima suap pengurusan PAW anggota DPR dari PDIP. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor membeberkan total suap yang diterima eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hakim Ketua Susanti Arsi Wibawani menyebut, Wahyu tak hanya menerima suap dari politikus PDIP, Harun Masiku.

Susanti menyebut Wahyu juga menerima suap dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.

Pada penjabarannya, hakim menyebut, Wahyu menerima suap Rp 600 juta sebagai permohonan dari PDIP agar Harun menjadi anggota DPR.

"Uang tersebut diterima oleh terdakwa sebagai permohonan yang diajukan oleh DPP PDIP agar Harun Masiku, agar dapat menjabat sebagai anggota DPR RI 2019-2024, senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta," ujar Hakim Susanti, Jakarta, Senin (24/8/2020).

Harun Masiku memberi uang itu untuk bisa melobi Wahyu Setiawan agar bisa menggantikan posisi Riezky Amelia sebagai anggota DPR RI 2019-2024.

Majelis melanjutkan, Wahyu juga dinilai terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Dominggus, untuk memuluskan proses seleksi KPUD Papua Barat.

"Majelis hakim meyakini terdakwa menerima uang tersebut untuk membantu proses seleksi anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025, sehingga yang terpilih adalah perwakilan putra daerah Papua Barat," jelas Hakim Susanti.

Sehingga saat dijumlahkan, total suao diterima Wahyu Setiawan adalah Rp 1,1 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Vonis 6 Tahun

Akibat perbuatannya Harun divonis penjara enam tahun dan dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

"Menimbang fakta tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa hadiah tersebut diberikan karena ada janji atau kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya telah terpenuhi," imbuh Hakim Susanti.

Wahyu dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer kumulatif kedua," Hakim Susanti menandasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya