Tak Hanya Fisik, COVID-19 Berdampak Buruk bagi Mental Warga di Tiongkok

Beberapa tenaga kesehatan mental mengungkapkan bahwa masalah mental terkait COVID-19 juga dialami oleh masyarakat dan tenaga medis di Tiongkok

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 15 Feb 2020, 10:00 WIB
Seorang wanita mengenakan jas hujan dan masker membeli makanan di sebuah supermarket di Wuhan di provinsi Hubei, China tengah, Senin, (10/2/2020). China melaporkan kenaikan angka kematian akibat wabah virus corona. (Chinatopix via AP)

Liputan6.com, Jakarta Masalah kesehatan mental juga menjadi perhatian warga Tiongkok di tengah merebaknya COVID-19. Sebuah studi menyatakan bahwa kecemasan di negara ini meningkat.

Sebuah survei yang dilakukan Chinese Psychology Society pekan lalu menyatakan bahwa 42,6 persen dari sekitar 18 ribu orang yang diuji terkait kecemasan terhadap COVID-19, menyatakan mengalami masalah tersebut. Selain itu, dari lima ribu orang yang dievaluasi, 21,5 persen menyatakan mengalami gejala gangguan stres pasca trauma.

Cheng Qi, seorang psikolog di Shanghai mengatakan bahwa hotline layanan konseling nasional yang diluncurkan oleh Beijing Normal University kewalahan sejak akhir Januari. Tidak hanya itu, semakin lama, masalah yang ditemui para relawan semakin kompleks dan menantang.

Cheng menceritakan, salah seorang penelepon dengan depresi kronis melaporkan keinginan bunuh diri yang dipicu oleh pemberitaan yang buruk.

"Ini bukan tentang virus, tetapi virus yang menstimulasi itu," kata Cheng seperti dilansir dari Channel News Asia pada Jumat (14/2/2020).

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Kondisi Mental Tenaga Kesehatan

Dokter memeriksa kondisi pasien kritis virus corona atau COVID-19 di Rumah Sakit Jinyintan, Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (13/2/2020). China melaporkan 254 kematian baru dan lonjakan kasus virus corona sebanyak 15.152. (Chinatopix Via AP)

Psikoterapis dari Tsinghua University, Xu Wang mengatakan, beberapa penelepon bahkan meminta mereka untuk memberitahu soal gejala dari infeksi virus corona yang dialaminya ketimbang konsultasi soal kecemasan.

"Penelepon sering memiliki masalah somatik dan mungkin mengatakan, 'saya tidak bisa makan dengan baik, tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan saya ingin tahu apakah itu infeksi virus,'" kata Wang.

Tidak hanya bagi masyarakat, para tenaga medis yang menangani pasien pun tidak lepas dari masalah mental.

"Mereka meninggalkan pesan yang mengungkapkan mereka kelelahan, bahwa mereka takut," kata Er Jing, seorang relawan layanan konseling yang berbasis di Seattle namun berasal dari Guangdong selatan.

Er mengatakan, para dokter tidak tahu apakah mereka atau rekan kerjanya terinfeksi atau tidak. "Dan mereka tidak tahu seberapa buruk penyebarannya."

Sebuah kelompok sukarelawan yang beranggotakan lebih dari 400 terapis juga dilaporkan berfokus untuk membantu staf medis yang bekerja berlebihan di Wuhan. Mereka menamakan kelompok tersebut "Yong Xin Kang Du" atau "Menggunakan Hati untuk Memerangi Virus."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya