Jokowi Tak Masalah Jabatan Wakil Menteri Digugat ke MK

Jokowi menepis anggapan bahwa penambahan wakil menteri adalah pemborosan dan bagi-bagi kekuasaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Nov 2019, 18:18 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kiri) didampingi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kanan) memberi keterangan saat menghadiri perayaan ulang tahun ke-8 Partai Nasdem di JIExpo, Jakarta, Senin (11/11/2019). Surya Paloh menyambut langsung kedatangan Jokowi di HUT Nasdem. (Liputan6.com/Angga Yunia

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menanggapi gugatan pengangkatan wakil menteri di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menegaskan, pengangkatan wakil menteri sudah sesuai dengan amanat undan-undang, yakni nomor 39 tahun 2018 tentang Kementerian Negara. 

"UU-nya kan juga tercantum jelas. Meskipun ada yang gugat, saya kira enggak ada masalah," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/2019). 

Jokowi menepis anggapan bahwa penambahan wakil menteriadalah pemborosan dan bagi-bagi kekuasaan kepada tim sukses Pilpres 2019. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menekankan, wakil menteri sangat diperlukan untuk membantu menteri dalam menjalankan tugas berat.

"Kita ini mengelola negara sebesar 17 ribu pulau, 267 juta jiwa itu tidak mungkin dikerjakan untuk kementerian-kementerian tertentu yang memiliki beban berat. Tentu saja membutuhkan kontrol, pengawasan, butuh cek lapangan," jelasnya.

Jokowi kemudian mengambil contoh Kementerian BUMN yang menaungi 143 perusahaan. Menurutnya, Menteri BUMN Erick Thohir tentu memerlukan wakil menteri untuk mengawasi ratusan perusahaan tersebut.

"Contoh lagi Kementerian Desa. 75 Ribu desa di seluruh Tanah Air hanya ditangani Menteri Desa saja. Siapa yang ngontrol dananya? Siapa yang ngontrol bahwa anggaran sampai? Tujuannya ke sana," sambungnya.

Jokowi meminta, publik tak sekadar melihat pemerintah dari sisi jumlah birokrat. Terpenting, keberadaan birokrat bisa menyelesaikan tugas dan persoalan yang dihadapi bangsa.

"Ini tidak masalah banyaknya dong. Jangan menilai sesuatu dari banyaknya, bandingkan dengan negara-negara yang berpenduduk lebih sedikit, organisasinya seperti apa, efektivitas seperti apa," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Digugat ke MK

Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, keberadaan wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Maju digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun penggugat adalah Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara. Dia melakukan uji materi terhadap pasal 10, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, gugatan itu sudah diajukan Senin 25 November 2019 dan sudah teregistrasi dengan nomor perkara 80/PU-XVII/2019.

Dia menuturkan, alasan pemohon melakukan uji materi, karena melihat presiden yang menunjuk wakil menteritanpa urgensi yang jelas.

Serta dapat mengakibatkan negara harus menyediakan fasilitas-fasilitas khusus dari negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berupa rumah dinas, kendaraan dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, staf pembantu, supir dan lain-lain.

"Bahwa penggunaan APBN dimana salah satu pemasukan terbesar adalah berasal dari pajak masyarakat termasuk pemohon, tentunya telah merugikan hak konstitusional pemohon, dimana pemohon membayar pajak tentunya dengan harapan agar APBN dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pendidikan, kesehatan serta kesejahteraan rakyat," kata Victor kepada Liputan6.com, Kamis (27/11/2019).

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya