Dinilai Strategis, AS Berencana Buka Konsulat Jenderal di Greenland

Amerika Serikat berencana membuka konsulat jenderal di Greenland karena dinilai memiliki banyak manfaat strategis.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 24 Agu 2019, 18:03 WIB
Pemandangan Desa Kulusuk di Kota Sermersooq, Greenland, Denmark, 19 Agustus 2019. Desa Kulusuk adalah wilayah terpencil di Greenland. (Jonathan NACKSTRAND/AFP)

Liputan6.com, Washington DC - Pemerintahan Donald Trump berencana membuka konsulat jenderal Amerika Serikat (AS) di Greenland untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terkahir. Hal itu dilakukan di tengah meningkatnya minat strategis dan ekonomi di wilayah Denmark itu.

Kementerian Luar Negeri AS mengatakan dalam suratnya kepada Kongres, membangun kembali konsulat di Nuuk --kota terbesar di Greenland-- adalah bagian dari rencana lebih luas untuk meningkatkan kehadiran Negeri Paman Sam di Arktik.

Dikutip dari kantor berita Associated Press pada Sabtu (24/8/2019), AS memiliki "minat strategis dalam meningkatkan hubungan politik, ekonomi, dan komersial di seluruh wilayah Arktik".

Sebelumnya, Trump sempat memicu perselisihan diplomatik dengan Denmark, yang merupakan salah satu sekutunya, setelah mengusulkan agar AS membeli Greenland.

Ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh Kopenhagen. Perdana menteri Denmark Mette Frederiksen menyebutnya sebagai "diskusi yang tidak masuk akal".

Tidak lama setelahnya, Donald Trump membalas bahwa komentarnya tentang Greenland "buruk", dan kemudian membatalkan rencana perjalanannya ke Denmark.

Namun pada Jumat, Trump mengatakan dia telah berbicara dengan Frederiksen dan menyebutnya sebagai "seorang wanita yang luar biasa."

"Kami memiliki percakapan yang hebat," katanya kepada wartawan sebelum meninggalkan Gedung Putih untuk KTT G-7 di Prancis.

"Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Denmark. ... Sangat bagus. Dia menelpon, dan saya sangat menghargainya," lanjut Trump.

 

 

2 dari 3 halaman

Dianggap Komponen Penting AS di Arktik

Pemandangan Desa Kulusuk di Kota Sermersooq, Greenland, Denmark, 16 Agustus 2019. Greenland merupakan teritori dan wilayah otonomi khusus Denmark di wilayah Arktika. (Jonathan NACKSTRAND/AFP)

Dalam salinan surat Kemlu AS kepada Senat, yang diterima kantor berita AP, ditulis bahwa kehadiran diplomatik permanen akan memungkinkan Washington untuk "melindungi ekuitas penting di Greenland sambil mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengan pejabat dan masyarakat setempat".

Dikatakan pula bahwa konsulat jenderal akan menjadi "komponen penting dari upaya untuk meningkatkan kehadiran AS di Arktik", dan juga akan berfungsi sebagai platform yang efektif untuk memajukan kepentingan Negeri Paman Sam di Greenland.

Menurut para pengamat, Kongres AS kemungkinan terbuka untuk gagasan tersebut, tetapi melihat sikap Trump pada hubungan internasional negara itu dalam beberapa waktu terakhir, maka berpotensi diawasi lebih ketat.

AS membuka konsulat di Greenland pada 1940, setelah pendudukan Nazi di Denmark. Namun, perwakilan diplomatik itu ditutup pada 1953, dan kini rencananya kantor tersebut akan dibuka lagi tahun depan.

Kemlu AS mengatakan telah menugaskan petugas khusus yang bekerja di kedutaan besarnya di Kopenhagen, untuk mengevaluasi kondisi Greenland. Setelahnya, AS berencana mempekerjakan staf secara lokal di Greenland pada musim gugur mendatang, atau segera sesudahnya.

Pada akhirnya, AS mengharapkan punya cukup staf di konsulat jenderalnya di Greenland pada akhir 2020.

3 dari 3 halaman

Greeland Berada di Wilayah Penting

Seorang warga mengendarai ATV di Desa Kulusuk, Kota Sermersooq, Greenland, Denmark, 19 Agustus 2019. Desa Kulusuk ditinggali sekitar 280 orang. (Jonathan NACKSTRAND/AFP)

Para ahli mengatakan membangun kehadiran AS yang lebih besar di Greenland bukan tidak beralasan, meskipun ada kecanggungan dari gagasan Trump untuk membeli wilayah semi-otonom Denmark itu.

Greenland terletak di wilayah yang secara geografis penting, di mana memiliki potensi harta karun berupa gas alam dan mineral langka.

Selain AS, Rusia dan China juga dikabarkan ikut tertarik oleh potensi tersebut.

Pada bulan April, Presiden Rusia Vladimir Putin mengajukan program untuk menegaskan kembali kehadiran negaranya di Kutub Utara, termasuk upaya untuk membangun pelabuhan dan infrastruktur lainnya, dan memperluas armada kapal pemecah esnya.

Rusia ingin mempertaruhkan klaimnya di wilayah yang diyakini memiliki seperempat minyak dan gas alam yang belum ditemukan.

Adapun China memandang Greenland sebagai sumber mineral langka, dan juga potensial membangun pelabuhan Amerika Utara melalui Laut Arktik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya