Cerita Akhir Pekan: Makna Mudik Bagi Kamu?

Mudik tak sekadar pulang ke kampung halaman, tapi juga bernuansa spiritual.

oleh Komarudin diperbarui 25 Mei 2019, 08:30 WIB
Antrean kendaraan melintasi ruas Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Rabu (13/6). Pada H-2 Lebaran, kepadatan di ruas tol Jakarta-Cikampek disebabkan karena penyempitan jalur, lantaran ada proyek pembangunan LRT dan Tol Elevated. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - - Lebaran tinggal beberapa hari lagi, sejumlah warga siap mudik ke kampung halaman mereka. Jelang Lebaran, maka istilah ini menjadi hal yang sangat sering diperbincangkan.

Dengan demikian, mudik selalu identik dengan Lebaran. Para perantau kembali ke kampung halaman, melepas rindu bersama bersama orang-orang tercinta, dan berkumpul dengan keluarga besar.

Tak sekadar bertemu, mudik punya makna yang sangat dalam. Itu tercermin dari perjuangan warga agar bisa mudik ke kampung halaman. Tak sedikit biaya yang mereka keluarkan untuk bisa pulang.

Para pemudik memiliki berbagai macam motif, seperti momentum untuk menziarahi orangtua atau keluarga, menziarahi makam keluarga dekat. Ada pula yang memanfaatkan libur Lebaran untuk mengurus kepentingan sosial ekonomi keluarga.

Mudik juga memiliki makna spiritualitas yang penting para pemudik. Mereka bisa merasakan kembali dunia masa lalu yang penuh kenangan, baik suka dan duka.

Selain itu, mereka dapat menyaksikan lekuk rumah orangtua sebagai tempat kelahiran mereka, bisa menatap lekat-lekat makam orangtua dan leluhur, dan mengunjungi keluarga, sahabat. Mudik Lebaran sangat bernuansa spiritual.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Spiritualitas Mudik

Warga berdoa saat berziarah di TPU Karet Pasar Baru Barat, Jakarta, Sabtu (16/6). Ziarah kubur atau "nyekar" pada hari raya lebaran merupakan salah satu tradisi umat muslim untuk mendoakan sanak keluarga yang meninggal dunia. (Liputan6.com/Arya Manggala)

 

Mudik dalam suasana Lebaran, bukan hanya badan lahiriah keluarga, melainkan juga rohani dan spiritual setiap orang, terutama mereka yang merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Hal tersebut senada dengan pandangan kaum sufi tentang mudik rohani. Kembalinya roh seseorang untuk pulang ke rahmatulah dan tidak akan mungkin kembali ke aktivitas semula. Mudik ruhani inilah yang menjadi mudik hakiki. Mudik yang harus dipersiapkan bekal yang sebaik-baiknya untuk dibawa pulang.

Jauh sebelum ini, mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam. Selain itu, mudik juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam di daerah kekuasaan, terutama balik menghadap raja saat Idul Fitri.

Menurut orang Jawa, mudik itu berasal dari kata Mulih Disik, yang bermakna pulang sebentar untuk melihat keluarga di kampung halaman. Seiring perkembangan, istilah mudik mulai trend pada 1970-an hingga saat ini. Bagaimana mudik menurut kamu?

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya