Kontroversi Bangku dengan Tonjolan Dada dan Kelamin di Meksiko

Alas duduk dengan tonjolan alat kelamin ini dinilai tak pantas, tidak nyaman, merendahkan dan memalukan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 01 Apr 2017, 08:24 WIB
Wanita korban pelecehen biasanya enggan melaporkan kejadian itu kepada pihak berwenang yang umumnya dijabat oleh kaum lelaki. (Sumber Arshad Ali)

Liputan6.com, New York - Bangku bergaya baru yang tiba-tiba muncul di kereta metro Mexico City di Meksiko menuai kontroversi. Alas duduk itu dinilai tak pantas, tidak nyaman, merendahkan dan memalukan.

Ternyata, memang itu tujuan dibuatnya bangku demikian.

Dilansir dari BBC, Sabtu (1/4/2017), kursi yang dibentuk menyerupai penis dan dada yang menonjol itu dirancang untuk mengkampanyekan soal pelecehan seksual yang dialami oleh penumpang perempuan.

Di samping kursi khusus pria itu tertera tulisan yang berbunyi, "Memang tak nyaman duduk di sini, tapi ini tak ada apa-apanya jika dibanding dengan kekerasan seksual yang dialami perempuan dalam perjalanan mereka setiap harinya."

Bangku ini tidak permanen, tapi bagian dari kampanye #NoEsDeHombres yang bertujuan menyoroti pelecehan seksual di angkutan umum. Namun unit ini mendapat tanggapan beragam.

Dalam video yang sudah ditonton lebih dari 700.000 kali selama 10 hari terakhir, ada beberapa orang yang memuji ide tersebut, sementara lainnya menyebut kampanye ini 'seksis' dan tidak adil bagi pria.

Protes

Gendes adalah organisasi masyarakat sipil di Meksiko yang fokus bekerja sama dengan kaum pria untuk mempromosikan persamaan hak dan melawan pelecehan seksual -- yang merupakan masalah besar di negara itu.

Rene Lopez Perez, yang mengepalai program riset Gendes, memuji kampanye tersebut karena membahas suatu isu penting dan menjadi perdebatan di masyarakat.

Namun dia juga menegaskan, pentingnya agar tak melihat semua pria sebagai pelaku kekerasan.

"Penting untuk tidak memberikan stigma terhadap semua pria bahwa mereka berperilaku jahat dan berpotensi menyerang perempuan," kata Perez.

Holly Kearl yang mendirikan situs AS Stop Street Harassment mengatakan, bahwa ada hal yang menarik dengan mengalihkan fokus dari perempuan.

Saat dia menghadiri forum UN Women Safe Cities Global Leaders di Mexico City pada Februari lalu, dia mencatat bahwa beban perubahan sering diletakkan pada perempuan.

"Seringnya, inisiatif seputar keamanan perempuan berfokus pada apa yang harus atau tidak boleh dilakukan perempuan, maka ini hal yang positif, ada kampanye kreatif yang ditujukan untuk pria," tutur Perez.

Meski demikian, dia juga mengatakan bahwa korban kekerasan seksual -- baik pria maupun perempuan -- bisa saja merasa tidak nyaman akan kampanye tersebut.

Sistem Keamanan Angkutan Buruk

Sistem angkutan umum di ibu kota Meksiko sudah sejak lama punya reputasi buruk terkait keamanan perempuan.

Pada 2014, perusahaan polling Inggris, YouGov melakukan survei terkait pelecehan di angkutan umum di seluruh dunia. Hasilnya, Metro di Mexico City mendapat nilai terburuk soal kekerasan verbal dan fisik.

Selama bertahun-tahun, kota itu telah menjalankan berbagai strategi untuk membuat perempuan merasa aman. Ada gerbong khusus untuk perempuan di metro. Bus khusus perempuan juga diluncurkan.

Sebuah kelompok seni Las Hijas De Violencia yang 'menyerang' atau membalas pelecehan dengan memasang musik punk keras-keras dan meriam confetti pada para pelaku.

Tahun 2016 lalu, wali kota Mexico City memunculkan kontroversi karena mengumumkan strategi baru: perempuan ditawari peluit kecil dengan lambang kota, yang bisa mereka bunyikan ketika merasa terancam.

Rencana tersebut dikecam karena dinilai tidak menyasar akar masalahnya.

"Jika berteriak saja tidak membantu, bagaimana peluit bisa menolong?" kata wartawan yang berbasis di Meksiko, Andrea Noel, di Twitter.

Seorang pengguna metro, Ninde, mengatakan bahwa dia tak lagi percaya dengan gerbong khusus perempuan setelah dia mengalami pelecehan tahun lalu. Ketika itu seorang pria masuk ke gerbong tersebut dan melakukan ejakulasi padanya.

Kini dia berusaha untuk tidak menggunakan metro, atau jika harus menggunakan metro, maka dia memilih ditemani.

Ninde ingin melihat ada hal yang lebih besar yang dilakukan untuk meningkatkan layanan kereta metro terhadap perempuan, namun 'bangku penis' ini dikhawatirkan tidak akan membantu.

"Ini seperti membuat pelecehan seksual jadi hal konyol. Serangan seksual yang sebenarnya tidak seperti ini," katanya. "Saya sedikit marah karena tidak ada aksi nyata untuk mengatasi masalah ini."

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya