DPR Desak Pemerintah Keluarkan Perppu untuk Freeport

Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian meminta pemerintah mengeluarkan (Perppu) sebagai solusi awal ditengah polemik Freeport Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 17 Mar 2017, 07:27 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian meminta pemerintah mengeluarkan (Perppu) sebagai solusi awal ditengah polemik Freeport Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian meminta pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai solusi awal ditengah polemik PT. Freeport Indonesia (Freeport) terkait PP Nomor 1 Tahun 2017. Hal ini dimaksudkan agar Freeport memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia.

“Jadi, persoalannya pemerintah tidak bisa melaksanakan Undang-Undang (UU) Minerba itu sendiri. Sehingga mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2012. Karena itu UU itu harus direvisi dan jalan keluar yang paling cepat adalah mengeluarkan Perppu,” tegas politisi Gerindra itu dalam forum legislasi "Implemantasi UU Minerba, untuk Masa Depan Bangsa dan Negara" bersama Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3) lalu.

Oleh karena itu kata Ramson, sekarang ini pemerintah harus mencari solusi agar tidak terjadi polemik terus-menerus. “Makanya kita tidak lagi beretorika, tapi harus secepatnya ada solusi demi kepentingan negara, rakyat dan investor sendiri, agar saling menguntungkan dan investasi terus meningkat,” ujarnya.

Sementara, Enny Sri Hartati mengatakan jika kita ingin dunia usaha konsisten maka pemerintah juga harus konsisten. Persoalannya selama ini pemerintah konsisten tidak? Seperti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba pasal 103 dan 170 dimana ada waktu sampai tahun 2014, tapi tidak dilaksanakan. Lalu mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2012, dan kini mengeluarkan PP yang sama Nomor 1 Tahun 2017 dengan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).

Dan, PT Freeport bersedia mengakhiri rezim kontrak karya (KK) yang sudah berumur 50 tahun itu dengan mengubah statusnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Itu artinya kata Enny, UU Minerba itu tidak dijalankan selama ini. Sama halnya dengan sosialiasi ‘Tax amnesty’ melalui ancaman-ancaman. Padahal, jangankan diancam, pajak dengan insentif saja tidak jalan dengan maksimal.

Untuk polemik smelter itu menurut Enny, kalau juga belum dibangun tetap harus ada solusi. Sebab, sayang kalau potensi ekonominya tinggi, dan tidak diekspor, akibat tidak ada pengolahan di Indonesia, maka kita akan rugi.

“Yang penting pengolahan tambang freeport itu memberi nilai ekonomi. Sehingga tidak harus menunggu dibangunnya smelter,” jelasnya.

Padahal, pemerintah kalau mempunyai komitmen baik bisa membangun sendiri sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945. Dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah untuk kemakmuran rakyat, maka harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Denganmengolah sendiri menurut Enny, maka pemerintah bisa memantau jumlah produksi dan kekayaan freeport selama ini. “Kalau selama ini tidak tahu berapa kekayaan freeport yang diproduksi. Karena itu pemerintah harus mempunyai komitmen sesuai dengan amanat UU Minerba. Kalau berhasil mengolah tambang emas freeport itu, maka akan menjadi basis industri,” ungkapnya.

Dengan demikian pengelohan sumber daya alam (SDA) itu harus menjadi bagian dari infrastruktur yang terprogram karena akan berdampak ekonomi ekonomi, sosial, dan politik untuk Indonesia ke depan.

“Penerimaan negara akan meningkat, tak ada lagi celah untuk dimanipulasi oleh asing, dan mengetahui jumlah yang diproduksi. Karena itu dibutuhkan regulasi sebagai payung hukum untuk menutup celah manipulasi itu,” pungkasnya.

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya