Menkominfo: Sejak Desember Terdeteksi 178 Ribu Konten Negatif

Rudiantara menyampaikan sulit untuk melakukan blokir karena kata kunci yang digunakan pelaku pembuat situs radikal berbeda-beda.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 25 Jan 2016, 16:51 WIB
Menkominfo Rudiantara memberikan penjelasan saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Rapat membahas isu-isu teraktual dibidang komunikasi dan informasi di Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan kementeriannya telah mendata ratusan ribu situs berkonten negatif sejak Desember 2015.

"Secara keseluruhan situs yang mengandung konten negatif, apakah itu pornografi, perjudian, perdagangan obat terlarang, radikalisme, terorisme itu totalnya ada sekitar 178 ribuan," kata Rudiantara di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Dia juga menuturkan, situs yang paling signifikan bertambahnya adalah situs berisi radikalisme. Meski pemerintah terus memblokir, situs beda nama dengan isi serupa selalu kembali muncul.

"Dari Desember sampai sekarang yang berkaitan radikalisme meningkat karena tidak hanya situs tapi akun-akun di media sosial. Ini selalu diblok satu, besoknya muncul lagi dengan media sosial yang berbeda dan akunnya beda," tegas Rudiantara.

Yang jelas, saat ini Kemenkominfo belum menemukan cara efektif untuk membendung kemunculan situs berisi paham radikal. Pemerintah hanya bisa kejar-kejaran, memblokir ketika ada situs radikal baru yang muncul di dunia maya. Hal ini menyikapi kemunculan situs Muharridh.com yang berisi sindiran Bahrunnaim.

"Ini pun kita kejar-kejaran. Memang kita akan capai kalau terus blok seperti ini," kata Rudiantara.

Lebih Mudah Blokir Pornografi

Dia menyampaikan sulit untuk melakukan blokir karena kata kunci yang digunakan pelaku pembuat situs radikal berbeda-beda. Menurut dia, lebih mudah memblokir situs berkonten pornografi karena kata kuncinya mudah ditebak.

"Kalau mau blok kan pakai keyword, misal Bahrunnaim. Nah di sini Muharridh, lolos dia. Memang tidak mudah. Yang otomatis blok itu pornografi. Lebih banyak ciri-ciri karena di negara sana komersil," ujar dia.

Rudiantara juga mengatakan sebagian besar situs radikal memiliki isi yang sama. Pelaku biasanya hanya meniru dari laman yang sudah diblok sebelumnya.

"Begitu dilihat kontennya mengandung radikal dan biasanya itu copy paste tuh. Jadi yang lama bikin akun ini, lalu di blok, dia keluarin akun baru. Copas saja, ya kita cuma bisa kejar-kejaran saja. Muncul terus blok," tandas Rudiantara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya