ABK RI Punya Potensi Besar Jadi Korban Perbudakan

Menurut Susi, praktik perbudakan terhadap ABK ini memang sulit terdeteksi. Pasalnya hal tersebut terjadi di tengah laut.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Mei 2015, 19:00 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa masalah yang terjadi di sektor perikanan bukan hanya soal pencurian ikan. Masalah tersebut saat ini sudah meluas ke persoalan perbudakan yang menimpa para pekerja di sektor ini.

Dia mengatakan, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia punya potensi yang besar mengalami perbudakan karena jumlahnya yang banyak dan tersebar di berbagai daerah di dunia.

"Kemarin menteri tenaga kerja katakan bahwa ada 210 ribu ABK Indonesia diatas kapal-kapal ikan di seluruh dunia. Korea saja bisa pakai 60 ribu ABK Indonesia," ujarnya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).

Menurut Susi, praktik perbudakan terhadap ABK ini memang sulit terdeteksi. Pasalnya hal tersebut terjadi di tengah laut, sehingga sulit untuk diawasi.

"Illegal fishing bukan hanya kejahatan tentang perikanan. Kita tidak bisa kontrol pekerja paksa yang ada di kapal-kapal itu, bendera dan nama bisa ganti kapan saja dan wilayah operasinya juga bisa dimana saja, anywhere," lanjutnya.

Susi mengungkapkan, selama ini praktik perbudakan terhadap ABK diketahui oleh masyarakat luas sehingga belum menjadi musuh dunia. Padahal praktik ini juga merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.

"Jadi bagaimana kita bisa mengorganisasi negara-negara di dunia. Mereka mencuri di tengah laut. Perbudakan di laut itu juga sulit kelihatan tidak seperti di darat. Mereka oper-operan manusia juga bisa di tengah laut," kata dia.

Untuk menghentikan praktik semacam ini, Susi berjanji akan menjalin kerja sama dengan pihak Interpol. Selain itu, dia juga akan berkoordinasi dengan negara lain yang terkait dengan perbudakan tersebut.

"Nanti kita kirimkan data ke Interpol dan bersama-sama antar negara mentekel ini. Mudah-mudahan nanti bisa duduk bersama. Filipina dan Vietnam juga sudah buka krisis center. (Koordinasi) Yang sulit itu dengan Thailand. Kita akan dalami dengan pemerintahnya dalam 1-2 minggu ke depan. Ini memang hal yang tidak mudah," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya