Liputan6.com, Moskow - Rusia kini bagaikan negara yang tengah berseluruncur di atas gumpalanes tipis dan tinggal menunggu pijakannya hancur. Harga minyak murah, sanksi Barat, dan kesalahan manajemen selama bertahun-tahun telah membuat perekonomian Rusia kian rapuh.
Kini banyak orang menanti kapan es tipis yang menjadi pijakan ekonomi Rusia pecah dan hancur?
Mengutip laman CNN Money, Senin (9/2/2015), produk domestik bruto (PDB) Rusia diprediksi melemah lebih dari lima persen tahun ini, inflasi melonjak hingga 15 persen, sementara rubel (ruble) melemah hingga nyaris menyentuh level terendahnya terhadap dolar AS.
Tak hanya itu, sentimen bisnis dan para konsumen juga mengalami penurunan, sementara perusahaan-perusahaan Rusia mulai keluar dari pasar keuangan di AS dan Eropa.
Meningkatnya kekerasan di Ukraina akan memicu serangkaian sanksi internasional baru. Apalagi saat ini, tak banyak tanda signifikan bahwa harga minyak akan kembali naik.
Jadi, berapa lama Rusia dapat bertahan menghindari keruntuhan ekonomi secara utuh?
Sebagian besar akan tergantung pada seberapa besar cadangan mata uangnya. Tahun lalu, pemerintah Rusia menghabiskan dana US$ 134 miliar untuk meningkatkan nilai tukar ruble, membayar dana talangan perusahaan yang kesulitan finansial dan bergelut melawan krisis.
Pemerintah Rusia juga memangkas cadangan dana asingnya hingga sekitar US$ 376 miliar, lebih dari cukup untuk mendanai impor sepanjang tahun. Tapi level terendah cadangan dana asing terjadi saat krisis finansial global pada Maret 2009.
Chief Ekonomist MNI Indicators, Philip Uglow mengatakan, cadangan dana Rusia dapat merosot hingga ke level kritis terhitung enam bulan dari sekarang, hingga semester awal 2016.
"Negara-negara yang tengah berada di bawah tekanan, dapat menghabiskan cadangan dana asing dengan sangat cepat," ujarnya.
Sementara ekonom lain mengatakan, dana tunai Rusia akan mengalami perlambatan pengeluaran hingga dua tahun mendatang. Bahkan jika harga minyak tetap rendah dan konflik di Ukraina terjadi, Rusia masih sanggup bertahan selama 2 tahun.
Meski begitu, tak ada yang mampu memprediksi dengan tepat ke mana harga minyak bergerak di masa depan. Jika harga minyak naik kembali tahun ini, maka perekonomian Rusia akan sedikit terobati. (Sis/Gdn)
Dihantam Masalah Bertubi-tubi, Bisakah Negara Ini Bertahan?
Harga minyak murah, sanksi Barat, dan kesalahan manajemen selama bertahun-tahun membuat perekonomian negara ini semakin rapuh.
diperbarui 09 Feb 2015, 15:10 WIBPresiden Rusia Vladimir Putin. (Reuters/RT/Sergei Karpukhin)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Kemenag Kembali Lakukan Pendataan ke 236 Lahan Milik Warga Terdampak Pembangunan UIII
SUV Listrik 3 Baris Hyundai Ioniq 7 Tertangkap Kamera Jelang Debut Juli 2024
Pertama dalam Sejarah, World Water Forum ke-10 Bakal Hasilkan Deklarasi Tingkat Menteri
Top 3 Tekno : Penjualan HP Samsung yang Catat Rekor hingga Spesifikasi Oppo A60
Profil Tim Piala Eropa 2024: Rumania Ingin Bicara Lebih Banyak
Bapanas Minta Bulog dan Pengusaha Serap Jagung Petani, Dilarang Impor!
KPU Kota Malang Sudah Terima Anggaran Rp 55 Miliar untuk Pilkada Serentak 2024
Abang Jago yang Isap Sabu Sambil Direkam Belum Ditangkap, Ini Peringatan Polda Lampung
Regulator Inggris Bakal Terima Persetujuan Produk ETN Bitcoin dan Ethereum
8 Potret Makan Siang Sekolah Paling Ikonik di Dunia, Siap-Siap Bikin Lapar
VIDEO: India dan Tiongkok Berebut Pengaruh di Nepal, Proyek Infrastruktur Mangkrak
Kyuhyun Akhirnya Bawakan Lagu Sisa Rasa Mahalini Secara Live di Konser Restart Jakarta, Akui Semakin Melokal