Menanti Pertemuan OPEC, Harga Minyak Terus Tertekan

"Tinggal menunggu bagaimana keinginan dari para negara-negara tersebut untuk mengontrol harga minyak," jelas analis komoditas Adam Longson.

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Nov 2014, 06:40 WIB
(foto:xinhua)

Liputan6.com, London - Lembaga Keuangan Morgan Stanley memperkirakan harga minyak dunia bisa kembali mengalami kenaikan jika hasil dari pertemuan negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC minggu depan memutuskan untuk mengendalikan pasokan. Namun, jika terjadi sebaliknya, harga minyak bisa terus mengalami tekanan.

Mengutip Bloomberg, Kamis (20/11/2014), harga minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan pada level US$ 78,79 per barel di bursa ICE Futures Europe, London pada pukul 03.53 waktu setempat. Sebelumnya, harga minyak Brent sempat berada di posisi US$ 76,76 per barel yang merupakan posisi terendah dalam empat tahun terakhir.

Harga minyak mentah terus tertekan setelah mampu berada di mencapai rekor tertinggi pada Juni 2014 lalu. Jika dihitung saat puncak tertinggi dibanding dengan posisi saat ini, penurunan harga minyak Brent mencapai 31 persen.

Analis Komoditas Morgan Stanley, New York, Amerika Serikat, Adam Longson mengatakan, ada beberapa skenario mengenai harga minyak dunia yang bisa terjadi, tergantung dari hasil keputusan rapat OPEC.

"Tinggal menunggu saja bagaimana keinginan dari para negara-negara tersebut untuk mengontrol harga minyak," jelasnya.

Jika terjadi kesepakatan oleh negara-negara pengekspor minyak tersebut untuk memangkas pasokan atau produksi sebesar 29,5 juta barel per hari, maka kemungkinan besar harga minyak akan kembali naik. 

Namun karena ada beberapa negara yang tak ingin melakukan pemangkasan produksi, kemungkinan besar harga minyak akan terus tertekan ke level paling bawah. Saat ini ada beberapa negara seperti Arab Saudi yang tak ingin memangkas produksi mereka.

Jika memang sebagian besar negara-negara tersebut tak memangkas atau tak mengontrol produksi mereka, besar kemungkinan harga minyak dunia akan runtuh di level US$ 34 per barel. (Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya