Muhammadiyah: Awal Ramadan Beda Tapi Lebaran Bareng

"Artinya 27 Juni malam sudah salat tarawih. Jadi, diperkirakan tidak bersamaan lagi." kata Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim.

oleh Muhammad Ali diperbarui 16 Jun 2014, 17:11 WIB
Petugas menggunakan teropong untuk melihat posisi bulan saat dilakukan rukyatul hilal untuk menentukan 1 Ramadhan 1430 Hijriyah, di Pantai Ambat, Pamekasan, Madura, Jatim, Kamis (20/8). (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi kemasyarakatan Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) akan berbeda dalam mengawali Ramadhan 1435 Hijriah. Hal ini lantaran Muhammadiyah sudah menetapkan pada 28 Juni 2014 sedangkan NU memperkirakan jatuh pada 29 Juni 2014.

"Muhammadiyah menetapkan awal puasa jatuh pada 28 Juni 2014. Dasarnya menurut Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal. Agaknya, Ramadhan akan berbeda lagi, tapi Lebaran bareng kok," kata Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur H Nadjib Hamid di Surabaya, Senin (16/6/2014).

Dengan dasar itu, menurut dia, maka ijtimak (kesepakatan) menjelang Ramadan terjadi pada Jumat 27 Juni 2014, pukul 15.10 WIB. Saat matahari terbenam, hilal (rembulan usia muda yang menjadi tanda pergantian awal kalender) sudah wujud berketinggian 31 menit dan 17 detik.

"Artinya, 27 Juni malam sudah salat tarawih. Jadi, diperkirakan tidak bersamaan lagi, karena kurang dari 2 derajat, tapi Hari Raya Idul Fitri akan bersamaan," jelas Nadjib.

Secara terpisah, Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur HM Sholeh Hayat yang juga koordinator Rukyatul Hilal PWNU Jatim menegaskan awal Ramadhan 1435 H jatuh pada hari Minggu 29 Juni 2014 sekitar pukul 15.20 WIB sore dengan posisi hilal 0,085 derajat.

"Karena posisi hilal yang sulit dirukyat itu, maka bulan Syaban diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari. Tapi hal itu masih merupakan hasil hisab dan NU masih akan melakukan rukyatul hilal," katanya.

Berkaitan dengan penerapan metode astrofotografi bisa menjadi jalan tengah bagi hisab (perhitungan matematis) dan rukyat (melihat bulan sabit secara kasat mata) dalam penentuan awal Ramadan dan Syawal (Idul Fitri), ia menilai, teropong hilal qobla ghurub (sebelum matahari terbenam) itu tidak makul (kurang valid) dalam pandangan syariat.

Pakar astrofotografi, gabungan ilmu astronomi dan fotografi  dari Prancis Thierry Legault pernah menjelaskan, alat astrofotografi itu bisa diprogram menggunakan komputer untuk mengarah kepada objek tertentu. Lalu alat itu akan mengikuti pergerakan objek sesuai keinginan pengguna alat.

"Saya yakin terbenamnya bulan sabit hingga muncul kembali akan dapat direkam dan hasilnya dapat disajikan dalam bentuk foto atau video. Asalkan langit biru dan tidak ada mendung," kata insinyur yang menjadi konsultan pesawat Boeing, Airbus dan Aerospace itu.

Namun demikian, Sholeh Hayat yang anggota Badan Hisab-Rukyat Pengadilan Agama Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengatakan bahwa perintah Rasulullah adalah ba'da ghurub (setelah terbenamnya matahari) hilal baru terlihat. "Jadi, bukan qobla ghurub." tukas Sholeh. (Ant/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya