Sukses

Perubahan Iklim Picu Risiko Badai Hantam Wilayah Pesisir Lebih Tinggi

Sebuah studi baru memperingatkan bahwa kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim akan meningkatkan frekuensi angin topan dan badai tropis yang merusak secara beruntun.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi baru memperingatkan bahwa kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim akan meningkatkan frekuensi angin topan dan badai tropis yang merusak secara beruntun.

Daerah pesisir di beberapa wilayah, seperti Pantai Teluk di Amerika Serikat, dapat mengalami badai dua kali dalam tiga tahun, menurut para peneliti yang dipimpin oleh Ning Lin, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Princeton University.

Studi yang terbit di jurnal Nature Climate Change ini menggunakan simulasi komputer untuk menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya beberapa badai yang merusak di wilayah yang sama dalam waktu singkat, misalnya 15 hari, akan meningkat secara dramatis seiring dengan berjalannya waktu.

"Naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim membuat badai yang merusak secara berurutan semakin mungkin terjadi seiring berjalannya abad ini," kata Dazhi Xi, seorang peneliti pascadoktoral di bidang teknik sipil dan lingkungan serta penulis utama makalah tersebut. "Peristiwa yang sangat langka saat ini akan menjadi jauh lebih sering terjadi."

Pada tahun 2017, Badai Harvey menghantam Houston, disusul oleh Badai Irma di Florida Selatan dan Badai Maria di Puerto Rico, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang frekuensi badai yang berurutan. Baru-baru ini, Badai Ida menghantam Louisiana pada musim panas 2021, diikuti oleh Badai Tropis Nicholas, yang mendarat sebagai badai di Texas. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dua faktor pendorong

Meskipun para peneliti mencatat bahwa badai berurutan masih relatif jarang terjadi, studi mereka menunjukkan bahwa badai berurutan telah menjadi lebih umum di kawasan Pantai Timur dan Pantai Teluk.

Peningkatan badai berurutan terutama didorong oleh dua faktor: naiknya permukaan air laut dan meningkatnya curah hujan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Naiknya permukaan air laut mengancam masyarakat pesisir karena gelombang badai menjadi lebih berbahaya ketika permukaan air laut meningkat.

Selain itu, badai semakin meningkat karena suhu udara rata-rata yang lebih tinggi, yang mengakibatkan lebih banyak air, curah hujan, dan banjir. Bahkan jika frekuensi badai tetap sama, peningkatan intensitas akan membuat lebih besar kemungkinan daerah di sepanjang Pantai Timur dan Pantai Teluk akan mengalami badai yang berurutan.

 

3 dari 3 halaman

Tim tanggap darurat

"Proporsi badai yang dapat berdampak pada masyarakat meningkat. Frekuensi badai tidak sepenting meningkatnya jumlah badai yang dapat menjadi berbahaya," ujar Lin.

Akibatnya, menurut Lin dan rekannya, perencana masyarakat dan pejabat darurat regional harus mengenali ancaman yang muncul ini dan meningkatkan ketahanan dan respons untuk menghadapi bahaya yang meningkat.

Mereka juga menekankan bahwa masyarakat harus bersiap untuk menghadapi peningkatan ancaman banjir dan memperkuat sistem yang dapat membuang air banjir serta melindungi infrastruktur penting seperti transportasi, sistem air, dan jaringan listrik. Juga, tim tanggap darurat harus dipersiapkan untuk menangani beberapa badai dalam waktu yang relatif cepat.

"Kita perlu memikirkan rencana, petugas penyelamat, sumber daya. Bagaimana kita akan merencanakannya?" ujar Lin menegaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.