Sukses

Peneliti MIT Kembangkan Sensor untuk Jaga Masker Wajah Terpasang dengan Pas

Mengenakan masker dapat membantu mencegah penyebaran virus seperti SARS-CoV-2, tetapi keefektifan masker tergantung pada seberapa pas masker tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, tidak ada cara sederhana untuk mengukur kecocokan masker dengan wajah seseorang, tetapi sensor baru yang peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) kembangkan dapat memastikan hal itu secara lebih mudah.

Sensor ini pada dasarnya mengukur kontak fisik antara masker dan wajah pemakainya, sehingga ia dapat diterapkan pada segala jenis masker, tak terbatas pada masker tertentu.

Para peneliti, dengan menggunakan sensor ini, melakukan analisis kecocokan masker bedah pada subjek pria dan wanita. Mereka mendapati bahwa secara keseluruhan, masker yang pas dengan wajah wanita, jauh lebih tidak pas daripada masker yang pas dengan wajah pria.

"Masker yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari sangat tidak cocok untuk wanita," ujar Canan Dagdeviren, profesor di bidang Media Arts and Sciences di MIT, yang juga penulis makalah berjudul A conformable sensory face mask for decoding biological and environmental signals tersebut, dikutip dari MIT News.

Para peneliti berharap bahwa sensor mereka akan dapat membantu orang-orang untuk menemukan masker yang lebih cocok bagi mereka. Selain itu, para desainer akan dapat menggunakan sensor tersebut untuk membuat masker yang sesuai dengan berbagai bentuk dan ukuran wajah secara lebih luas.

Uniknya, sensor tersebut juga dibekali dengan sejumlah fungsi yang memungkinkan pengguna memantau tanda-tanda vital, seperti laju pernapasan dan suhu, serta kondisi lingkungan seperti kelembaban.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Proyek sebelum pandemi

Para peneliti mulai mengerjakan proyek ini sebelum pemakaian masker menjadi umum selama pandemi Covid-19. Awalnya mereka berencana menggunakan sensor yang tertanam di dalam masker untuk mengukur efektivitas pemakaian masker di area dengan tingkat polusi udara tinggi.

Namun, begitu pandemi dimulai, mereka menyadari bahwa sensor semacam itu bisa memiliki penerapan yang lebih luas. Dengan begitu banyak jenis masker yang tersedia selama pandemi, para peneliti berpikir bahwa sensor yang mereka kembangkan dapat berguna untuk membantu individu menemukan masker yang paling pas bagi mereka.

Saat ini, satu-satunya cara untuk mengukur kecocokan masker adalah dengan menggunakan alat yang disebut mask fit tester. Alat itu mengevaluasi kecocokan masker dengan membandingkan konsentrasi partikel udara di dalam dan di luar masker wajah. Namun, alat jenis ini hanya tersedia di fasilitas khusus seperti rumah sakit untuk evaluasi kesesuaian masker bagi para tenaga kesehatan.

Dalam hal ini, tim MIT ingin menciptakan perangkat portabel lebih ramah pengguna untuk mengukur kesesuaian masker. Kelompok riset Conformable Decoders di MIT mengkhususkan diri dalam mengembangkan perangkat atau sensor elektronik yang fleksibel dan dapat diregangkan yang dapat dikenakan pada kulit atau dimasukkan ke dalam tekstil untuk mendeteksi sinyal dari tubuh.

 

3 dari 4 halaman

17 Sensor

"Dalam proyek ini, kami ingin memantau kondisi biologis dan lingkungan secara bersamaan, seperti pola pernapasan, suhu kulit, aktivitas manusia, suhu dan kelembapan di dalam masker wajah, dan posisi masker, termasuk apakah orang memakainya dengan benar atau tidak," kata Jin-Hoon Kim, peneliti postdoc di MIT. "Kami juga ingin memeriksa kualitas kesesuaiannya."

Untuk mengintegrasikan sensor mereka ke dalam masker wajah, para peneliti menciptakan perangkat yang mereka sebut masker wajah sensor multimodal yang dapat disesuaikan (conformable multimodal sensor face mask, cMaSK). Sensor itu mengukur berbagai parameter tertanam dalam bingkai polimer fleksibel yang dapat dipasang secara reversibel ke bagian dalam masker apa pun, di sekitar tepinya.

Untuk mengukur kecocokan, cMaSK memiliki 17 sensor di sekitar tepi masker yang mengukur kapasitansi, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah masker menyentuh kulit di setiap lokasi tersebut.

Antarmuka cMaSK juga memiliki sensor yang mengukur suhu, kelembapan, dan tekanan udara, yang dapat mendeteksi aktivitas seperti berbicara dan batuk. Akselerometer di dalam perangkat dapat mendeteksi jika pemakainya bergerak. Semua sensor tertanam ke dalam polimer biokompatibel yang disebut polimida, yang digunakan dalam implan medis seperti stent.

 

4 dari 4 halaman

Kelompok uji

Para peneliti menguji antarmuka cMaSK dalam kelompok uji yang terdiri atas lima pria dan lima wanita. Semua subjek mengenakan masker bedah, dan para peneliti memantau pembacaan dari sensor saat para peserta melakukan berbagai aktivitas, seperti berbicara, berjalan, dan berlari. Mereka juga menguji sensor dalam berbagai kondisi suhu.

Studi ini merupakan kolaborasi antara  Laboratorium Dagdeviren; Siqi Zheng, STL Champion Professor of Urban and Real Estate Sustainability di Department of Urban Studies and Planning; and Tolga Durak, managing director di program Environment, Health, and Safety di MIT, serta Jin-Hoon Kim, yang merupakan peneliti postdoc di MIT dan menjadi lead author di makalah ini,

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.