Sukses

Beri Kesaksian di KPK, Gus Muhdlor Bantah Terima Uang Korupsi BPPD Sidoarjo

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor membantah telah menerima uang yang berasal dari tindak pidana korupsi di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) oleh Kabupaten Sidoarjo.

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor membantah telah menerima uang yang berasal dari tindak pidana korupsi di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) oleh Kabupaten Sidoarjo.

"Enggak (ada penerimaan uang)," kata Muhdlor usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat 16 Februari 2024.

Muhdlor mengatakan, ada cukup banyak pertanyaan yang diajukan oleh tim penyidik dan dirinya hanya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

"Jadi saya Alhamdulillah baru saja diperiksa sebagai saksi dalam kejadian di Sidoarjo. Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sebenar-benarnya, seutuh-utuhnya, sehingga terang benderang," ujarnya.

Namun dirinya tidak berkomentar lebih lanjut soal materi pemeriksaannya, menurutnya yang boleh menyampaikan soal materi pemeriksaan adalah pihak KPK.

"Mengenai materi, monggo ditanyakan kepada para penyidik. Saya mohon maaf saya ndak kompeten untuk membahas itu semua," tuturnya.

Selain Muhdlor penyidik KPK hari ini juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi lainnya dalam perkara yang sama.

Ketiga saksi tersebut yakni Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, ASN Pemda Sidoarjo Surendro Nurbawono, Direktur CV Asmara Karya Imam Purwanto alias Irwan dan pihak swasta Robbin Alan Nugroho.

Namun Ari Suryono yang selesai diperiksa penyidik KPK sekitar pukul 17.42 WIB langsung meninggalkan Gedung Merah Putih KPK dengan didampingi kuasa hukumnya tanpa memberikan komentar kepada wartawan.

Untuk diketahui, KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK dan pada Kamis (25/1) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW.

Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Amankan Uang Tunai Rp69,9 Juta

 

Dalam OTT tersebut ini diamankan uang tunai ini sejumlah sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar di tahun 2023.

Para pihak tersebut berikut barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.

Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.

Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.

Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp.

Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan. dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.