Sukses

Reivano Dwi Afriansah Jadi Aremania ke-134 yang Meninggal Akibat Tragedi Kanjuruhan

Reivano mengalami luka di kepala, dada, tulang trafikula. Pelajar kelas XII di salah satu SMK ini dirawat pertama kali di RS Hasta Husada, Kabupaten Malang. Tiga hari kemudian, ia dirujuk ke RSSA Malang untuk mendapatkan perawatan intensif.

Liputan6.com, Malang - Reivano Dwi Afriansah, salah satu korban tragedi Kanjuruhan dinyatakan meninggal dunia di RS Saiful Anwar (RSSA) Malang pada Jumat, (21/10/2022) sekitar pukul 06.45.

Reivano, warga Kebonsari, Desa Ngebruk, Sumberpucung, Malang, lebih dari 18 hari berjuang bertahan hidup pasca tragedi Kanjuruhan. Sejak masuk RSSA, remaja berusia 17 tahun itu kondisinya sudah kritis.

"Reivano selama 18 hari harus dibantu dengan ventilator, kondisinya naik turun tak stabil," kata dokter I Wayan Agung, Kepala Pelayanan Medik RSSA Malang.

Reivano mengalami luka di kepala, dada, tulang trafikula. Pelajar kelas XII di salah satu SMK ini dirawat pertama kali di RS Hasta Husada, Kabupaten Malang. Tiga hari kemudian, ia dirujuk ke RSSA Malang untuk mendapatkan perawatan intensif.

"Masuk di RSSA langsung dirawat di ICU, nafasnya tak stabil. Kami sudah berjuang, tapi Tuhan berkehendak lain," kata Wayan.

Korban telah dibawa ke rumah duka sejak pagi tadi. Almarhum adalah korban meninggal dunia ke-134 akibat tragedi Kanjuruhan. Sejauh ini masih ada beberapa korban lainnya masih dalam kondisi kritis dirawat di RSSA Malang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemulihan Psikis Korban Tragedi Kanjuruhan

Perlu waktu lama untuk memulihkan psikis para korban dan keluarganya atas tragedi Kanjuruhan. Peristiwa mengerikan itu begitu menancap dalam memori mereka, sehingga harus ada pendampingan dalam jangka panjang.

Kepala Dinas Sosial Kota Malang, Penny Indriani, mengatakan pemulihan trauma mendalam para korban tragedi Kanjuruhan membutuhkan waktu bisa lebih dari 3 bulan. Sebab peristiwa itu begitu menancap pada memori korban maupun keluarganya.

"Kondisi para korban masih banyak masih yang stres. Mereka harus benar-benar didampingi sampai pulih traumanya," kata Peni di Malang.

Bentuk stres para korban itu beragam. Ada yang cenderung diam, tatapan mata kosong, tiba-tiba menangis bila kembali ingat peristiwa itu dan lainnya. Karena itu harus ada pendampingan dalam jangka waktu lama agar pengalaman traumatik itu tak berdampak pada hidup mereka.

"Korban kekerasan dalam rumah tangga saja butuh tiga sampai empat bulan pendampingan. Apalagi korban peristiwa ini," ucapnya.

Pemulihan psikis korban yang kini masih dirawat di rumah sakit bisa dibantu oleh dokter Kejiwaan maupun psikiatri rumah sakit. Sedangkan untuk mereka yang sudah pulang ke rumah, jadi tanggungjawab pemerintah daerah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.