Sukses

SHOWBIZ BLAK-BLAKAN: Aktor Tampan Itu Membuat Putriku Durhaka Padaku (Bagian 4-habis)

Seorang wartawan sebut saja Sabudi, bertanya kepadaku, benarkah Gea telah menarik seluruh asetnya dariku. Ia mempertanyakan kondisiku saat ini. Ikuti bagian akhir Showbiz Blak-Blakan.

Liputan6.com, Jakarta Hari pertama memenuhi permintaan katering dari rumah produksi anyar milik Pak Astono memberi harapan baru bagiku. Laba bersih aku tabung untuk berjaga-jaga di masa paceklik. Aku juga bersumpah kepada diri sendiri tidak akan mengambil sisa uang dari deposito keuntungan album Gea yang disimpan Pak Astono.

Biar itu menjadi lumbung jika kelak kuliah Yami membutuhkan biaya tambahan. Pun aku memastikan uang hasil menyiar Yami tidak dilarikan ke pos biaya kuliah. Aku tak mau ia kehilangan kebahagiaan sedikitpun. Sudah cukup aku berat sebelah.

Dulu, sedikit-sedikit memikirkan perasaan Gea hingga kadang kepentingan Yami terabaikan. Itu memang kesalahanku. Mengingat, tak ada sekolah untuk menjadi orang tua ideal di dunia. Setelah semua pesanan beres, layanan pesan antar di aplikasi makanan ojek daring pun mati.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

Terlalu Serius dan Formal

Lalu aku istirahat sejenak sambil mendengar playlist almarhum suami di laptop. Baru dua lagu, ponselku berdering. Nomor tak dikenal. Saat kuangkat, ia memperkenalkan diri sebagai (sebut saja) Sabudi, jurnalis dari situs gosip artis. Sejujurnya aku terkejut mendadak dihubungi Sabudi.

Aku memang mengenalnya. Setiap mau wawancara atau bikin sesi pemotretan dengan Gea, Sabudi selalu menghubungiku. Namun kali pertama ia menyapa malam itu, aku merasa ada yang beda. Terasa serius. Terlalu formal untuk seorang Sabudi yang selengekan. 

“Tante Isha apa kabar? Ini saya Sabudi,” sapanya dari ujung sana.

“Ya, Nak Budi, kok formal banget. Biasanya Wazzap Tante, apa kabs kayak YouTuber.”

 

3 dari 9 halaman

Sejumlah Jurnalis Sudah Tahu

“Maaf mau menanyakan, apa benar Gea telah menarik seluruh asetnya dan melepaskan diri dari Tante? Apa benar sudah beberapa bulan ini Gea putus komunikasi dengan Tante?”

Mendengar pertanyaan ini, aku kaget. Keringat dingin dari pelipis seketika menetes. Beberapa detik aku berpikir. “Halo, Tante?” Sabudi bertanya. Yang ada di pikiranku saat itu, kalau sampai aku membenarkan, bagaimana nasib Gea?

Ia akan jadi bulan-bulanan para jurnalis dan dicaci maki warganet di Twitter maupun Instagram. Aku menarik napas panjang lalu bertanya, “Nak Budi kok tiba-tiba bertanya seperti itu? Gosip dari mana, tuh?”

“Beberapa wartawan sudah tahu, kok Tante. Kemarin, kan ada anak infotainment yang pesan nasi iga Tante lewat aplikasi. Bang ojek bilang, wah ternyata dapurnya di rumah artis Gea. Bang ojek tahu kan anaknya penggemar Gea,” Budi bercerita panjang.

 

 

4 dari 9 halaman

Aroma Ketidakpercayaan

Belum kujawab, Sabudi bilang, “Sejak Gea pergi dengan Aditya, anak-anak infotainment kepikiran penghasilan Tante dari mana. Pasti terpukul. Anak-anak kan tahu Tante baik sama semua orang termasuk wartawan.”

Aku membantah kabar itu. Aku bilang kepada Sabudi, benar bahwa Gea sudah tidak tinggal serumah denganku. Itu pun karena ia belajar hidup mandiri. Kalaupun sekarang Aditya yang memanajeri Gea, itu karena aku ingin menekuni hobi lama yakni memasak.

Sabudi berterima kasih namun aku mencium aroma ketidakpercayaan darinya. Sewindu jadi wartawan, Sabudi tahu persis kapan narasumber bicara jujur dan kapan sedang berkelit.

“Baik, terima kasih Tante atas konfirmasinya. Tante yang sabar, ya. Biar Allah yang menguatkan dan melindungi Tante,” ujarnya lalu menutup telepon. Biasanya kalau habis wawancara by phone, sebelum menutup telepon, Sabudi selalu bilang, “Yasuds, sehat-sehat Tantekuh.” 

5 dari 9 halaman

Tuduhan Gea

Belum genap 10 menit setelah Sabudi menutup telepon, Gea menghungiku. “Mama tuh ngomong sama wartawan kalau kita sudah enggak serumah dan aku mengambil seluruh aset, ya? Mama mau ngedramain keluarga kita atau bagaimana, sih?” tanya Gea tanpa mengucap selamat pagi, siang, sore, atau malam.

“Besok aku mau datang ke gala premier film lo, Ma. Single baruku, kan jadi soundtrack-nya. Aku enggak mau, ya dicecar wartawan. Aku mau Mama nemenin aku di karpet merah buat ngebuktiin kalau gosip itu enggak benar. Please, deh Ma!” cerocosnya.

“Besok jam 5 sore sopirku bakal jemput Mama. Kalau perlu Yami sekalian diajak tapi dandannya yang bener jangan tomboi,” ucapnya dengan nada ketus. 

“Sudah selesai nuduh-nuduhnya dan instruksinya, Gea? Kalau sudah selesai kamu istirahat. Besok, kan ada syuting jadi bintang tamu talk show di TV. Jam 12 kamu harus stand by, kan?” jawabku datar. Ya Tuhan, aku lelah. Tak mau memperpanjang perkara. Pengin tidur.

 

6 dari 9 halaman

Adegan di Karpet Merah

 

“Kok Mama enggak ngejawab apa kek, gitu?”

“Mama capai, mau istirahat. Kalau dengan Mama datang besok ke gala premier bisa bikin kamu merasa aman, tentu Mama lakukan,” jawabku.

Ia menutup telepon. Keesokan harinya, aku dijemput. Yami kuajak tapi tak mau. Ia memilih di rumah membantu Mbak Sukma, asistenku, untuk melayani pesan antar makanan. Ya, suntikan modal memungkinkanku merekrut asisten.

Di karpet merah, Gea tersenyum kepada belasan jurnalis yang mengerubunginya. Tanganku digenggamnya erat-erat. Bahkan di depan kamera Gea mencium tangan dan pipiku. Aku tersenyum saja. Dalam hati aku merasa Gea yang kukenal dulu tak seperti ini.

Setelah sesi karpet merah selesai, Gea ke studio bioskop. Aku memilih pulang karena kepikiran Yami yang besok harus kuliah pagi. Sabudi memergokiku pulang. Biarlah, yang penting aku sudah menjalankan tugas dengan baik, menyelamatkan anak dari cecaran media.

 

7 dari 9 halaman

Yami Protes Lalu Menangis

Sampai di rumah, hampir jam 9 malam. Yami belum tidur. Baru selesai mandi dan duduk menghadap televisi plasma. Wajahnya tampak kusut. Sekusut handuk yang masih dipegangnya.

“Kalau aku jadi Mama aku enggak sudi berpura-pura di depan media. Lagian Mama ngapain, sih nyelametin orang yang sudah melepeh kita begitu saja?” Yami memulai pembicaraan.

“Yang kamu sebut orang itu punya nama, dan itu kakakmu,” aku menjawab.

“Kakak setahuku enggak kayak gitu. Mama berhak menolak permintaannya setelah semua ini. Jangan Mama pikir aku enggak tahu Mama minjam uang dari Pak Astono. Pak Astono menerima telepon waktu berkunjung ke radio tempat aku bekerja,” kata Yami lalu menangis.

 

8 dari 9 halaman

Yami Memelukku Erat

“Ya meski aku tahu Mama akhirnya enggak jadi pinjam tapi ini enggak akan terjadi kalau orang yang Mama sebut kakakku itu enggak ninggalin kita!”

Aku tak bisa menjawab sepatah kata pun. Yang kulakukan saat itu hanya memeluk dan menenangkan Yami.

“Suatu saat kamu akan menjadi ibu. Saat itu terjadi, entah Mama masih ada di sampingmu. Entah Mama sudah bersama Papamu. Apa pun kejadiannya kelak, ingatlah bahwa kamu harus jadi ibu yang lebih baik dari Mama,” kataku menahan tangis.

Yami menggeleng sambil memeluk lebih erat. “Enggak ada yang bisa menandingi sayang dan sabarnya Mama,” jawabnya tersedu-sedu.

“Kamu pasti bisa, Ya. Mama masih banyak kekurangan. Setahu Mama kamu lebih punya prinsip dan cepat beradaptasi,” ucapku sambil mengusap rambutnya.

 

9 dari 9 halaman

Pesanku Untuk Gea

Berbulan-bulan berlalu sejak kejadian itu. Hanya dua kali aku bertemu Gea. Saat ia menikah dengan Aditya dan melahirkan anak perempuan. Tak ada fotoku di akun Instagramnya sekadar mengucapkan selamat ulang tahun atau Hari Kartini, atau Hari Ibu untukku. Tak apa. Kuanggap ini ladang amalku.

Siapa tahu dulu aku pernah membuat kesalahan tanpa sengaja dan Tuhan ingin membersihkanku dari dosa sebelum aku menghadap ke hadiratNya. Buat Gea, aku hanya ingin bilang semoga kamu bisa menjadi ibu yang lebih keren dari Mama.

Kapanpun teringat Mama dan Yami lalu ingin pulang, kuharap kamu ingat jalan ke rumah. Jika tidak, percayalah cinta Mama seperti bayangan tubuhmu. Selalu ada mengikuti pergerakanmu sampai kamu tiada. (tamat)

 

 

Disclaimer:

Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.