Sukses

SHOWBIZ BLAK-BLAKAN: Aktor Tampan Itu Membuat Putriku Durhaka Padaku (Bagian 2)

Di bagian ke-2 Showbiz Blak-Blakan diceritakan, sang tokoh utama merasa khawatir saat putrinya, Gea, meminta seluruh aset kekayaannya. Pengaruh Aditya, sang aktor terlaku kuat.

Liputan6.com, Jakarta Suka atau tidak, aku akhirnya meluluskan permintaan Gea untuk tinggal di apartemen. Usai makan malam, aku membereskan meja dan mencuci piring di dapur. Yami mendekatiku dan membantu menata piring serta gelas yang sudah bersih. Lalu ia menemaniku di kamar. Di kamar itu, Yami memelukku.

Yami bilang, setelah ayah meninggal, praktis posisi kepala keluarga sebenarnya ada di tanganku. Aku punya kuasa penuh untuk menerapkan kebijakan maupun aturan di rumah ini. Yami juga mengingatkan, Gea sejak awal tipe yang mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar.

Kehadiran Aditya yang pintar ngomong jelas membawa dampak buruk bagi Gea ke depan. Aku hanya mengangguk. Hari berganti. Gea kini tinggal di apartemen. Rumah jadi makin sepi. Di tengah kesepian, untunglah Yami membawa kabar baik. Ia diterima kerja sebagai penyiar radio paruh waktu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

Aku dan Gea Tak Seperti Dulu

Karena masih dianggap anak baru, Yami diminta mengisi slot malam. Kabar baik itu disampaikan Yami saat kami selesai makan malam berdua. Namun kabar baik ini ditutup dengan keputusan yang sejujurnya membuatku khawatir. Yami bilang akan kuliah sambil menyiar. Aku deg-degan.

Kuliah sambil kerja jelas bukan perkara mudah. Entah mengapa, ia berkukuh menjalani dua kegiatan ini. Yami ingin secepatnya menjadi pribadi mandiri dan menghasilkan uang sendiri. Tak ingin membebaniku. Minggu demi minggu berlalu. Yami mulai sibuk dengan aktivitas menyiar sembari kuliah.

Berangkat pagi, pulang tak tentu. Aku mesti bolak-balik dari rumah ke apartemen untuk memastikan jadwal Gea yang baru saja merilis single anyar sebagai pemanasan album baru. Yang kurasakan saat ini, meski tiap hari bertemu Gea, ikatan emosi kami tak seperti dulu.

3 dari 9 halaman

Yang Paling Aku Khawatirkan...

Makin ke sini, hubunganku dan Gea murni seperti manajer dan artis. Bukan lagi ibu dan anak. Ingin rasanya menceritakan ini kepada Yami. Tapi, melihatnya pontang-panting kuliah sambil kerja aku tak tega. Dan yang paling kukhawatirkan akhirnya terjadi.

Usai merekam lagu keempat di studio, Gea mendekat dan mengajakku ke sebuah restoran. Berdua saja. “Gea, tumben kamu ngajak Mama makan malam berdua saja?” tanyaku setelah duduk dan memesan makanan juga minuman.

“Iya Ma, ada hal penting yang ingin aku bicarakan sama Mama,” jawabnya, datar.

“Soal apa, tuh? Apa ada yang kurang beres dengan kontrak kerja perusahaan rekaman atau event organizer?”

“Oh enggak, sih. Aku malah senang banget, semua rencana kerja yang Mama buat selama ini berjalan mulus. Enggak ada yang meleset. Kalau pun ada show dan syuting batal, pasti karena faktor bencana dan itu, kan memang di luar kuasa kita, Ma.”

 

4 dari 9 halaman

Gea Menarik Asetnya

Ternyata, Gea ingin membahas soal aset kekayaannya. Belum tuntas Gea membahas, badanku rasanya lemas. Rasanya sama seperti dokter mengabarkan suamiku tak bisa ditolong lagi.

“Ma, aku pengin menarik semua asetku yang selama ini diurus sama Mama. Semuanya mau aku tarik dan urus sendiri. Aku juga mau mempekerjakan manajer baru, supaya ini benar-benar menjadi kerja profesional,” beri tahu Gea.

“Apa selama ini Mama kurang profesional dalam menangani kontrak kerja dan mengambil terlalu banyak honormu?” jawabku, kali ini tegas.

“Oh, enggak. Honor Mama selama memanajeriku ya harus aku akui malah lebih rendah potongannya ketimbang yang lain. Cuma aku pengin ini jadi kerja profesional saja.”

5 dari 9 halaman

Jleb!

“Atau selama ini ada kesalahan yang Mama tidak sadari, Mama lupa minta maaf sama kamu, dan itu benar-benar menyinggung perasaanmu?” aku bertanya lagi.

“Enggak ada, Ma. Serius, enggak ada. Mama tahu aku banget, kan? Aku kalau bilang enggak ada, ya enggak ada. Mama ini kenapa, sih? Khawatir setelah ini bakalan enggak punya penghasilan lagi, atau gimana, sih?”

Jleb. Sampai di sini, harga diriku seperti dibanting. Hancur. Serpihannya tercerai-berai ke berbagai penjuru. Kalau pun mau dikumpulkan, belum tentu bentuknya kembali utuh seperti semula. Aku diam beberapa detik untuk meredam emosi yang mendadak meluap.

6 dari 9 halaman

Menangis di Mobil Warisan Suami

“Nak Gea, rezeki sudah ada yang mengatur. Kalau memang mau mengambil alih aset, itu hakmu 100 persen. Saya tidak akan menghalangi. Silakan,” kataku.

Makanan dan minuman datang. Aku hanya mencicipi beberapa sendok. Lalu pamit dengan alasan mau memastikan Yami sudah pulang.

“Mama marah karena aku mau mengambil semua aset kekayaanku?” tanya Gea.

Aku hanya tersenyum. “Mari, saya duluan,” jawabku, singkat.

Aku pulang dengan mobil warisan suami. Air mataku berguguran. Jika rencana penarikan aset itu direalisasikan, maka hanya rumah yang kucicil bersama suami dan mobil ini yang aku punya. Tabungan pun seadanya. Setelah ini, aku akan kembali bekerja.

7 dari 9 halaman

Yami Sebenarnya Curiga

Tiba di rumah, Yami menyambutku. Aku hanya tersenyum lalu memberi tahunya hendak mandi lalu tidur. Aku mengaku kelelahan dan seharian badan terasa lemas. Yami sebenarnya curiga namun melihat aku memang tampak lemas, ia akhirnya maklum.

Usai mandi aku bergegas ke kamar. Yami mengetuk pintu lalu menaruh air jeruk hangat di meja, di samping ranjangku, yang beberapa tahun terakhir terlihat kebesaran. Aku berterima kasih lalu menarik selimut. Saat itu, Yami memelukku. Dia bilang, semua akan baik-baik saja. Dalam hati aku menjawab, andai kamu tahu apa yang sebentar lagi akan terjadi, Nak…

8 dari 9 halaman

Kini Jualan Nasi Ayam

Minggu berikutnya, Gea ke rumah bersama kuasa hukum untuk mengurus penarikan aset dan lain-lain. Awalnya dia minta bertemu Jumat. Aku cegah karena Jumat, Yami libur dan pasti di rumah. Aku tak mau Yami tahu soal ini. Aku tak mau citra Gea hancur di mata adiknya sendiri.

Semua berkas telah siap, aku teken dan menyerahkan semuanya kepada Gea. Ia lalu pergi bersama timnya. Aku buru-buru mengunci pintu rumah lalu masuk ke kamar. Aku memandang foto almarhum suami dan menangis sebisanya. Beberapa hari berlalu sejak kejadian itu, aku tak bisa tinggal diam. Tabungan pasti menipis. Akhirnya, aku berjualan nasi ayam dan nasi iga sapi lewat akun Instagram.

9 dari 9 halaman

Menekuni Passion Lama

“Mama ngapain jualan nasi ayam dan iga begini? Terus kontrak kerja Mbak Gea siapa yang ngurusin?” tanya Yami, tiga minggu setelah Gea menarik semua asetnya dariku.

“Kan ada Pak Astono dan timnya yang membantu. Mama kepikiran menekuni passion Mama yang dulu. Sejak mengurus kalian dan selama Papa sakit, Mama hampir tak pernah memasak lagi. Mungkin ini saatnya,” jawabku tanpa berani menatap Yami.

“Tapi jujur, lo masakan Mama ini enak banget. Teman-teman di radio pada nanyain, tuh.”

“Lo, kok mereka bisa tahu?”

“Kan aku sering foto masakan Mama lalu kupajang di Instagram Stories. Ya mereka penasaranlah. Kalau mereka order boleh, ya Ma? (bersambung)

(Anjali L.)

 

Disclaimer:

Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.