Sukses

Perluas Pasar Reksa Dana, BNI Asset Management Gandeng Bank CTBC Indonesia

BNI-AM memperluas jaringan pemasaran reksa dana BNI-AM Sri-Kehati ke berbagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) melalui berbagai program dan edukasi di sosial media.

Liputan6.com, Jakarta - BNI Asset Management (BNI-AM) terus berupaya memperluas pasar reksa dana. Salah satunya dengan melakukan kerja sama dengan Bank CTBC Indonesia. 

Sebagai wujud tanggung jawab dan kontribusi pada pelestarian lingkungan, BNI-AM terus memperluas jaringan pemasaran reksa dana BNI-AM Sri-Kehati ke berbagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) melalui berbagai program dan edukasi di sosial media. 

Setelah menjalin kerjasama dengan Bank BNI dan Indo Premier Sekuritas, BNI AM Kembali mendapatkan kepercayaan dari Bank CTBC Indonesia untuk memasarkan Reksa Dana BNI-AM Sri Kehati kepada nasabah Bank CTBC Indonesia.

Direktur investasi BNI AM Putut Endro Andanawarih mengatakan, tren dari pertumbuhan penerapan ESG, memberikan nilai positif bagi emiten dan dunia pasar modal di Indonesia. 

Misalnya, aspek environmental menjadi pertimbangan institusi dalam memposisikan diri terhadap isu lingkungan regional dan isu global perubahan iklim, aspek sosial terkait erat dengan lingkungan kerja hingga proses pembebasan lahan dan dampak ke penduduk dan aspek governance yang berkaitan dengan standar dalam menjalankan perusahaan sesuai prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance). 

"BNI AM mengedukasi tiga produk baru yang diluncurkan oleh CTBC di bulan ini pada 12 Oktober 2023, yaitu: BNI-AM Indeks IDX Growth30, BNI-AM IDX High Devidend 20 dan BNI-AM Sri Kehati. Produk ini dapat menjadi pilihan investasi untuk nasabah Bank CTBC, karena Reksa Dana ini dikelola secara pasif, kinerjanya dapat diukur dengan underlying saham-saham yang “mimicking” dan bobotnya sesuai dengan indeks," kata Putut, Kamis (12/10/2023). 

Chief of Retail Banking Bank CTBC Indonesia Bambang S Simarno menuturkan, Bank CTBC Indonesia dan BNI Asset Management sudah menjalin kerjasama sejak 2016, Bank CTBC Indonesia dan BNI Asset Management memulai kerjasama untuk menyediakan solusi dan layanan investasi. 

Bank CTBC Indonesia yakin dengan kolaborasi ini dapat menyediakan produk layanan yang sesuai dengan kebutuhan nasabah Bank CTBC Indonesia. 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inovasi Produk

Disamping reksa dana tersebut di atas BNI AM juga terus memberikan inovasi produk-produk baru untuk mendukung ESG (Environmental, Social and Governance), seperti Reksa Dana BNI-AM ETF MSCI ESG Leaders Indonesia (XBES), BNI-AM Sri Kehati, BNI-AM Index Growth30 (BNIG30), BNI-AM IDX High Dividend 20. 

"Besar harapan kami dengan adanya penambahan tiga produk reksa dana BNI Asset Management baru ini, mendukung misi kami meningkat peminat investor khususnya di reksa dana ESG dan memberikan pilihan investasi sesuai kebutuhan nasabah Bank CTBC Indonesia,” kata dia. 

Asal tahu saja, BNI- AM sebagai salah satu manajer investasi di Indonesia yang menjadi motor penggerak pelaksana keuangan yang berwawasan lingkungan dengan menerbitkan produk-produk reksa dana yang menitikberatkan pada ESG (environment, social, governance). Adapun produk terbarunya adalah reksa dana BNI-AM Sri-Kehati. 

Reksa dana indeks ini dibentuk atas kerja sama BNI-AM dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks Sri-Kehati sendiri adalah adalah representasi atau cerminan harga saham dari 25 emiten yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti, total aset perusahaan, price earning ratio (PE), dan free float.

3 dari 4 halaman

BNI Asset Management Sebut Indonesia Stabil di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed

Sebelumnya diberitakan, hasil rapat the Federal Open Market Committee (FOMC) September 2023 memutuskan The Fed untuk menahan suku bunga acuan Amerika Serikat pada level 5,25-5.50 persen, tetapi The Fed mengisyaratkan akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga satu kali di sisa 2023. 

Selain menahan suku bunga acuan, The Fed juga terus memperkecil kepemilikan Obligasi Amerika Serikat dalam rangka memangkas neraca sebesar USD 815 miliar atau setara Rp 12.515 triliun (asumsi kurs Rp 15.357 per dolar AS) sejak Juni 2022.

Dalam kondisi volatilitas pada sebulan terakhir, investor asing pada SBN cenderung mencatatkan capital outflow sebesar Rp 17,85 triliun, namun secara keseluruhan pada 2023 masih mencatatkan inflow sebesar Rp 73,82 triliun YTD.

Direktur Investasi BNI Asset Management, Putut Endro Andanawarih menjelaskan walaupun spread yield obligasi cenderung rendah dan investor mencatatkan capital outflow dalam sebulan terakhir.

“Namun yield SBN masih cukup menarik mengingat kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai stabil tercermin dari Indikator penting seperti inflasi masih terjaga di level 3,27 persen YoY dan masih pada kisaran target Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Agustus 2023 naik ke level 125.2 yang merupakan sinyal positif bagi tingkat konsumsi di Indonesia,” kata Putut dalam siaran pers, dikutip Sabtu (23/9/2023).

Di sisi lain, Purchasing Manager Index (PMI) juga menguat pada level 53.9 berada pada zona ekspansif, dan Neraca Perdagangan Indonesia tercatat surplus sebesar USD 3,12 miliar atau setara Rp 47,9 triliun, sekaligus menjadi surplus neraca perdagangan selama 40 bulan berturut–turut.

 

4 dari 4 halaman

Prediksi Suku Bunga AS

Putut juga menjelaskan, cadangan devisa Indonesia masih tercatat memadai senilai USD 137,1 miliar di tengah capital outflow yang terjadi dalam sebulan terakhir, cadangan devisa masih cukup untuk membiayai 6.2 bulan impor atau 6.0 bulan impor beserta pembayaran utang luar negeri pemerintah, angka tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yang sebesar 3.0 bulan impor.

“Walaupun monetary tightening di AS masih akan ketat hingga 2024 nanti, namun kami memprediksi kenaikan suku bunga AS akan berhenti dan cenderung berangsur turun dalam jangka panjang," ujar Putut.

Suku bunga yang mengalami kenaikan terlalu tinggi dan bertahan dalam waktu yang cukup panjang tentunya akan memukul roda perekonomian di AS. 

Putut melihat, era suku bunga tinggi pada 2024-2026 akan berangsur turun, sehingga akan berdampak positif untuk iklim investasi, terutama pasar Obligasi atau Reksa Dana Pendapatan Tetap”.

“Untuk itu, investor dapat memanfaatkan momentum volatilitas yang ada dan secara bertahap mengalokasikan dana Investasi pada kelas aset Obligasi maupun Reksa Dana Pendapatan Tetap berdurasi panjang agar dapat menikmati potensi kenaikan harga sebagai dampak dari penurunan suku bunga acuan di tahun mendatang,” pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.