Sukses

The Fed Bakal Kembali Kerek Suku Bunga Imbas Inflasi Masih Jadi Sorotan

Pasar global masih dibayangi inflasi tinggi dan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) akan kembali kerek suku bunga.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada periode 18-22 September 2023. IHSG naik 0,4 persen ke posisi 7.017 dan investor melakukan aksi beli saham USD 90 juta.

Dikutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Sabtu (23/9/2023), IHSG menguat selama sepekan didorong sektor konsumen nonsiklikal dan infrastruktur. Kontribusi dua sektor itu masing-masing 1,4 persen dan 1,35 persen. Pekan ini, IHSG ditutup di atas 7.000 untuk pertama kali pada 2023.

Pekan ini, pelaku pasar hadapi keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dan langkah ke depan. The Fed pertahankan suku bunga acuan tidak menjadi kejutan bagi pasar karena tren disinflasi baru-baru ini di AS beserta sejumlah tanda yang menunjukkan melambatnya pasar kerja sehingga memungkinkan the Fed tahan suku bunga untuk saat ini.

“Sementara itu, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 5,75 persen dan prediksi inflasi 3 persen pada akhir 2023,”

Proyeksi The Fed

Nada the Fed tetap konsisten dan berkomitmen ke target inflasi 2 persen. “Namun, yang mengejutkan pasar adalah proyek yang lebih hawkish oleh the Fed, khususnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat, tingkat pengangguran lebih rendah, dan inflasi lebih tinggi pada 2023-2025,” demikian dikutip dari riset Ashmore.

Proyeksi jangka panjang tetap sama, tetapi proyeksi suku bunga pada 2024 dan 2025 direvisi lebih tinggi. “The Fed menyadari inflasi masih terlalu tinggi dari targetnya dan mengindikasikan penurunan suku bunga akan lebih sedikit pada 2024,”

Namun, the Fed telah melakukan banyak hal selama perjalanan pengetatan suku bunga. "Mereka terus melangkah hati-hati agar tidak mengencangkan perekonomian secara berlebihan. AS dapat soft landing semakin kecil kemungkinannya untuk terjadi,”

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dibayangi Inflasi

Sementara itu, pasar global masih dibebani inflasi yang tinggi yang disumbang gejolak harga komoditas, salah satunya harga minyak. Hal ini karena berkurangnya pasokan oleh OPEC+ dan gas alam dari Australia karena pemogokan pekerja baru-baru ini.

“Oleh karena itu, kami percaya suku bunga akan tetap tinggi selama bank sentral di negara maju terus berjuang hadapi inflasi,”

Ashmore Asset Management tetap optimistis untuk pasar saham Indonesia dibandingkan obligasi. “Meski demikian obligasi tetap menarik untuk investasi jangka panjang dengan tingkat imbal hasil saat ini,”

Ashmore merekomendasikan pertahankan portofolio yang terdiversifikasi untuk investasi seperti reksa dana yang dikelolanya. “Kami merekomendasikan ASDN dan ADPN. Untuk pendapatan tetap, kami rekomendasikan ADON dan ADOUN,”

3 dari 3 halaman

Kinerja IHSG Sepekan

Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada 18-22 September 2023. Penguatan IHSG dibayangi kebijakan bank sentral baik bank sentral Amerika Serikat (the Fed) dan Bank Indonesia (BI).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (23/9/2023), IHSG melejit 0,49 persen ke posisi 7.016,84. Pada pekan lalu, IHSG melonjak 0,84 persen ke posisi 6.982,79.

Kenaikan IHSG juga diikuti kapitalisasi pasar bursa. Kapitalisasi pasar bursa melambung 0,50 persen menjadi Rp 10.390 triliun dari Rp 10.339 triliun pada pekan sebelumnya.

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mengatakan, IHSG menguat 0,4 persen pada pekan ini disertai dengan sejumlah sentimen. Salah satunya keputusan bank sentral Amerika Serikat atau the Fed pertahankan suku bunga acuan 5,5 persen. Demikian juga Bank Indonesia (BI) pertahankan suku bunga acuan 5,75 persen.

“Dalam sepekan ini, IHSG menguat 0,49 persen disertai sejumlah sentimen antara lain FFR dan 7DRRR yang masih bertahan di 5,5 persen dan 5,75 persen.

"Koreksi indeks saham juga karena ada kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Sementara itu, rata-rata volume transaksi harian bursa turun 40,79 persen menjadi 17,28 miliar saham dari 29,18 miliar saham pada pekan lalu.

Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa terpangkas 2,07 persen menjadi 1.158.472 kali transaksi dari 1.182.973 kali transaksi pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian bursa susut 18,90 persen menjadi Rp 10,91 triliun dari Rp 13,45 triliun pada pekan lalu.

Selama sepekan, sebagian besar sektor saham (IDX-IC) menguat. Sektor saham energi naik 0,33 persen, sektor saham basic bertambah 1,01 persen, sektor saham industri menanjak 0,34 persen. Selain itu, sektor saham nonsiklikal melonjak 1,4 persen, sektor saham keuangan bertambah 0,68 persen.

Selanjutnya, sektor saham properti mendaki 0,16 persen, sektor saham infrastruktur melambung 1,35 persen dan sektor saham transportasi mendaki 0,21 persen. Di sisi lain, sektor saham siklikal merosot 1,48 persen, sektor saham kesehatan merosot 0,82 persen, dan sektor saham teknologi susut 1,7 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.