Sukses

LM FEB UI: 249 Perusahaan Terbuka Catat Laba Bersih pada 2020

Managing Director LM FEB UI Willem A.Makaliwe menuturkan, perusahaan terbuka cepat menyesuaikan dengan kebijakan yang ada dukung kinerja 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Kajian Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) mencatat 249 perusahaan terbuka atau 71,3 persen dari 349 perusahaan terbuka mencetak laba bersih pada 2020. Hal tersebut berdasarkan data hingga 25 Mei 2021.

Managing Director LM FEB UI Willem A.Makaliwe mengatakan, bahkan 103 perusahaan terbuka atau sekitar 29,5 persen mencatat kenaikan laba bersih. Ia menilai, hal tersebut didukung perusahaan yang menyesuaikan dengan kebijakan yang ada. 

"Dunia usaha dengan kebijakan-kebijakan yang ada berusaha melakukan adjustment, dan laba meningkat,” ujar Willem, dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu ditulis Selasa (1/6/2021).

Ia menambahkan, terdapat 100 perusahaan terbuka atau 28,7 persen mengalami rugi bersih. Namun, 42 perusahaan terbuka sudah mengalami rugi bersih pada 2021. "Saat belum terpengaruh (pandemi COVID-19-red) sudah rugi,” kata dia.

Willem mengatakan, korporasi yang mengalami rugi bersih di tengah pandemi COVID-19 berjumlah 58 korporasi atau 16,6 persen dari 349 perusahaan terbuka yang jadi sampel.

Selain itu, dari 20 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Willem mengatakan, 17 BUMN yang sudah rilis kinerja keuangan. Dari jumlah itu, 12 mencatat laba bersih, bahkan empat BUMN cetak kenaikan laba bersih dan delapan alami penurunan laba bersih.

"Lima korporasi alami rugi karena permintaan menurun seperti Jasa Marga, AP I, Waskita Karya, PT Timah Tbk dan PGN,” ia menambahkan.

Sedangkan dari sisi pendapatan,  Willem mengatakan, 118 korporasi atau 33,8 persen dari 349 perusahaan terbuka menunjukkan pendapatan meningkat. Menurut Willem, hal itu juga dilihat berdasarkan karakteristik bisnis perusahaan. Misalkan perbankan.

"Di perbankan ada pendapatan naik, dan ada turun. Properti ada alami kenaikan, kalau telekomunikasi kita duga iya, dan juga industri rumah tangga,” kata dia.

Namun, ia menuturkan, ada juga perusahaan terbuka catat penurunan pendapatan. Ia mengatakan, perseroan alami penurunan pendapatan 1-25 persen sebanyak 137 perusahaan terbuka.

Kemudian perusahaan terbuka yang mencatat penurunan pendapatan 25-50 persen sebanyak 65 perusahaan terbuka, dan pendapatan turun lebih dari 50 persen ada 29 perusahaan terbuka.

Dengan melihat data itu, Willem melihat, kondisi saat ini berbeda dengan 1998. "Berbeda dengan krisis moneter 1998 yang memukul sisi permintaan dan penawaran sekaligus terdapat kewajiban yang berkaitan dengan nilai tukar, berkaitan dengan utang. Pada kondisi sekarang, perusahaan , pabrik masih ada, hotel ada, kantor ada tapi alami penurunan jadi disebut permintaah agregat,” kata dia.

Ia menambahkan, kebijakan pembatasan yang masih berikan kesempatan perusahaan terbuka menjalankan usaha dengan protokol kesehatan ketat. Ini mendorong perusahaan terbuka melakukan penyesuaian sejak pandemi COVID-19 sehingga masih perlihatkan performa bertahan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Outlook 2021

Untuk outlook 2021, Willem mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi di atas lima perseroan pada 2021. Hal ini mengingat ekonomi relatif lebih baik dibandingkan 2020. Willem menuturkan, sejumlah sektor akan merespons cepat dari pemulihan ekonomi tersebut antara lain sektor perdagangan, properti. Selain itu, ada juga sektor pertanian dan tambang.

Sementara itu, Global Business Expert LMFEB UI, Nugroho Purwantoro menuturkan, perusahaan yang sudah menerapkan transformasi teknologi dan menerapkan digitalisasi akan bertahan pada 2021.

Selain itu, ia mengatakan, ekspor impor Indonesia membaik juga mendukung kondisi ekonomi pada 2021. Sebelumnya tercatat neraca perdagangan Indonesia surplus USD 2,19 miliar pada April 2021. Selain itu, ekonomi dunia menurut Nugroho sudah mulai menggeliat. Ini ditunjukkan dari aktivitas manufaktur China.

"China mulai bangkit, harga sudah mulai naik. Manufaktur sudah bergerak, China manufakturnya sudah jalan, kita sebagai salah satu supply chain ikut kena dampaknya, masih optimis. Optimis ini meluas secara keseluruhan, dan aktif ikuti program vaksinasi massal sehingga kita bisa keluar (krisis-red),” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.