Sukses

Jembatan KA Pangukan, Jejak Kejayaan Industri Gula di Yogyakarta

Jembatan KA Pangukan yang berada di atas Sungai Bedog masih memiliki rel lengkap beserta bantalan, besi pengait, dan baut skrupnya. Jembatan ini konon menjadi saksi bisu kejayaan industri gula di wilayah Yogyakarta.

Diperbarui 06 Mei 2025, 23:22 WIB Diterbitkan 09 Mei 2025, 07:00 WIB

Liputan6.com, Yogyakarta - Jembatan Kereta Api (KA) Pangukan terletak di Dusun Pangukan, Tridadi, Sleman, Yogyakarta. Jembatan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini bersebelahan dengan jembatan Jalan KRT Pringgodiningrat yang menghubungkan Beran dengan Cebongan dan Sleman.

Jembatan KA Pangukan yang berada di atas Sungai Bedog masih memiliki rel lengkap beserta bantalan, besi pengait, dan baut skrupnya. Jembatan ini konon menjadi saksi bisu kejayaan industri gula di wilayah Yogyakarta.

Mengutip dari laman Dinas Kebudayaan Yogyakarta, industri gula di wilayah Yogyakarta berkembang sekitar era 1870-an. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda mengesahkan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang salah satunya berisi tentang aturan keterbukaan pihak swasta bagi perekonomian kolonial.

Para pengusaha swasta pun berbondong-bondong melakukan penanaman modal di wilayah Hindia Belanda, terutama di sektor pertanian dan perkebunan. Dengan kondisi geologi dekat dengan gunung merapi, wilayah Yogyakarta memiliki kelebihan berupa tanah yang subur dan air melimpah. Atas pertimbangan inilah Yogyakarta dianggap cocok untuk dijadikan lokasi dalam mengembangkan usaha di bidang pertanian dan perkebunan.

Selain karena pengesahan Agrarische Wet, pesatnya perkembangan industri gula di Yogyakarta diduga juga dilatarbelakangi oleh masa tanam paksa atau cultuurstelsel (1830-1850). Salah satu komoditi yang laku di pasaran adalah tanaman tebu.

Tak tanggung-tanggung, terdapat sekitar 19 pabrik gula yang berkembang di wilayah Yogyakarta pada masa itu. Beberapa pabrik gula yang pernah berdiri di wilayah Yogyakarta adalah PG Medari, PG Cebongan, PG Sewugalur, PG Gesikan, PG Bantul, PG Gondanglipuro, PG Barongan, PG Padokan, PG Demakijo, PG Rewulu, PG Sedayu, PG Klaci, PG Sendangpitu, PG Kedaton Plered, PG Pundong, PG Kalasan, PG Randugunting, PG Wonocatur, dan PG Beran.

Sebagai upaya untuk melancarkan bisnis gula di wilayah Yogyakarta, diperlukan sistem transportasi yang memadai. Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pun membuat sistem transportasi dengan kereta api (lori).

 

2 dari 2 halaman

Mendukung Aktivitas Produksi

Sistem transportasi ini digunakan untuk mendukung aktivitas produksi pabrik gula, termasuk membawa hasil produksi. Perusahaan swasta di masa kolonial, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), kemudian memprakarsai pembangunan jalan kereta api tersebut.

Salah satu buktinya adalah jalur kereta api di Jembatan KA Pangukan di Sleman. Jalur ini melewati wilayah jarak 47 kilometer yang merupakan ruas Yogyakarta-Tempel hingga Magelang.

Jalur KA Pangukan mulai dibuka pada 1903. Jalur ini melewati PG Beran, PG Medari, dan pabrik-pabrik gula lainnya di wilayah Sleman.

Jembatan ini memiliki panjang 30 meter dan lebar 2,5 meter dengan orientasi timur-barat. Pembuatan jembatan menggunakan susunan lempengan dan batang besi baja yang tersambung dalam sistem baut, mur, dan las.

Keunikan jembatan KA ini terletak pada empat sudut ujung bawah jembatan yang terdapat sistem rol dan engsel. Sistem rol berada di ujung bawah sisi timur rel, sedangkan sistem engsel berada di ujung bawah sisi barat. Sistem karya NIS ini berfungsi untuk menghindari patah atau lengkung pada jembatan saat dilewati beban berat.

Saat ini, Jembatan KA Pangukan telah ditetapkan sebagai satu dari struktur cagar budaya di Kabupaten Sleman. Penetapan itu tercatat melalui keputusan Bupati Sleman Nomor 14.7/Kep.KDH/A/2017 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman.

Penulis: Resla

EnamPlus