Sukses

Berpeluang Terbentuk Kembali, Simak Penjelasan Badan Geologi soal Selat Muria

Menghilangnya Selat Muria konon menjadi kemunduran untuk Kerajaan Demak yang pernah berjaya pada masa silam.

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan secara teori peluang terbentuknya kembali Selat Muria mungkin saja terjadi.

Selat Muria merupakan wilayah laut yang dahulunya pernah memisahkan daratan Jawa dengan Gunung Muria. Gunung tersebut merupakan gunung bertipe stratovolcano yang berada di pantai utara Jawa Tengah.

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, kemungkinan kembali terbentuknya Selat Muria, yakni apabila terjadi proses geologi dahsyat seperti terjadinya gempa bumi tektonik berkekuatan sangat besar yang menyebabkan terjadinya amblasan tiba-tiba (graben) dan mencakup areal yang luas.

"Graben tersebut merupakan bahaya ikutan (collateral hazard) dari kejadian gempa bumi selain dari bahaya guncangan dan sesar permukaan (fault surface rupture)," ujar Wafid dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Sabtu, 23 Maret 2024.

Wafid menerangkan Land Subsidence atau penurunan tanah tidak cukup sebagai faktor penyebab Selat Muria terbentuk kembali.

Jikapun terjadi akan memerlukan waktu yang sangat lama atau skala waktu geologi yakni ratusan sampai ribuan tahun dan kecepatan penurunannya harus seragam mulai dari Demak hingga Pati.

Namun, fakta di lapangan memperlihatkan terdapat perbedaan kecepatan penurunan tanah, dimana pada daerah pesisir lebih cepat dibanding daratan.

"Beberapa perkiraan faktor dominan kemungkinan akan kembali terbentuknya Selat Muria adalah terjadinya penurunan muka tanah yang besar yang juga disertai kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim serta terganggunya pola aliran sungai karena elevasi daratan lebih rendah dibanding muka air laut," ungkap Wafid.

Wafid sebelumnya menjelaskan wilayah pantai atau dataran pantai (coastal peneplain) merupakan wilayah paling dinamis yang dibentuk oleh proses geologi, kondisi oseanografi dan klimatologi.

Secara umum proses pembentukannya masih berlangsung hingga sekarang melalui proses antara lain transportasi, pengendapan dan konsolidasi sedimen, sehingga rawan terhadap bencana banjir rob, penurunan tanah (land subsidence), dan abrasi.

Daerah Demak dan sekitarnya secara umum didominasi dan disusun oleh endapan Kuarter berupa endapan aluvial pantai/aluvium.

"Hasil survei geofisika bawah permukaan yang dilakukan oleh Badan Geologi, menunjukkan bahwa terdapat sedimen bersifat lunak dan tebal," kata Wafid. Hal ini dibuktikan dengan pemboran di dataran aluvium, hingga kedalaman 100 meter didominasi oleh lapisan lempung lunak dalam kondisi normally consolidated dengan sedikit sisipan pasir lepas.

Kondisi ini sebut Wafid, menyebabkan mudah mengalami pemampatan alamiah maupun pemampatan oleh karena beban antropogenik yang dikerjakan pada wilayah tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence).

Di daerah pesisir Demak kecepatan land subsidence diperkirakan berkisar 5-11 cm/tahun. Beberapa tempat di daerah pesisir memiliki elevasi yang lebih rendah dibanding muka air laut, sehingga bila terjadi banjir rob akan menjorok jauh masuk ke daratan.

"Meski terjadi penurunan tanah di daerah Demak dan sekitarnya, Selat Muria bukan berarti akan terbentuk kembali dalam waktu dekat. Banjir saat ini yang lama surut, lebih dipengaruhi oleh iklim yakni curah hujan yang tinggi, adanya kerusakan infrastruktur (tanggul) dan kondisi lapisan tanah dibawah permukaan yang didominasi lapisan lempung lunak yang cenderung bersifat impermeable sehingga lama meloloskan air," tutur Wafid. Selain itu, terjadinya banjir rob juga menyebabkan banjir yang cukup tinggi di daerah pesisir dan akan mengalami genangan yang cukup lama.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sejarah Selat Muria

Dicuplik dari laman Liputan6 mengutip Merdeka ketika masa glasial Gunung Muria bersama dengan pegunungan kecil di Patiayam dulunya bergabung dengan dataran utama Pulau Jawa. Namun, ketika interglasial kondisinya menjadi berbalik.

Volume air laut yang meningkat membuat dataran Gunung Muria dan Pulau Jawa menjadi terpisahkan oleh laut dangkal yang tidak terlalu lebar. Kemudian pada abad ke-17 Pulau Muria kembali menyatu dengan Pulau Jawa.

Diketahui, bergabungnya kedua pulau tersebut karena adanya pendangkalan dan perkembangan daratan alluvial di sepanjang pantai utara Jawa. Saat masih menjadi selat, tempat ini dikenal sebagai jalur perdagangan dan transportasi yang ramai.

Selat tersebut menjadi jalan untuk masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa dan di pulau-pulau lainnya. Dahulu masyarakat yang ingin bepergian ke Kudus atau Demak harus menggunakan transportasi kapal.

 

3 dari 3 halaman

Adanya Hunian Kuno dan Fosil

Bekas keberadaan Selat Muria terbukti dengan adanya Situs Medang yang ada di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Melalui ekskavasi yang dilakukan di sana ditemukan adanya jejak sebuah hunian kuno.

Kemudian ada beberapa temuan lainnya seperti fragmen gerabah, keramik, dan perhiasan berbahan emas.

Melalui temuan tersebut diduga Situs Medang dahulu merupakan hunian kuno yang berlokasi di sisi selatan Selat Muria.

Adanya Selat Muria juga dibuktikan dengan penemuan fosil hewan laut di Situs Patiayam Kudus. Melalui situs tersebut, ditemukan beberapa hewan laut seperti moluska, ikan hiu, penyu, hingga buaya dan diperkirakan fosil tersebut sudah berumur 800.000 tahun.

Melansir dari Undip Selat Muria semakin dangkal setelah abad ke-17 dan kapal tidak bisa berlayar mengarunginya.

Namun perahu-perahu kecil masih bisa mengarungi Selat Muria dari Demak hingga Juwana ketika musim hujan.

Pada tahun 1996, seorang peneliti bernama Lombard menjelaskan bahwa ada air laut dari Selat Muria yang masih tersisa sampai sekarang. Air tersebut terperangkap di dataran Jawa dan dikenal dengan Bledug Kuwu.

Menghilangnya Selat Muria konon menjadi kemunduran untuk Kerajaan Demak yang pernah berjaya pada masa silam.

Pasalnya, pendangkalan di Selat tersebut menjadikan Demak yang berada di tepi Selat Muria berubah menjadi kota yang dikelilingi daratan.

Saat ini, masyarakat khawatir jika Selat Muria akan terbentuk lagi setelah terjadi banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Demak dan Kudus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.