Sukses

Polisi Tetapkan Pelatih Pencak Silat Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penganiayaan Santri di Lampung

Kasus dugaan penganiayaan yang dialami seorang santri hingga tewas usai mengikuti kegiatan pencak silat di salah satu Pondok Pesantren di Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan telah menemui titik terang. Polisi telah menetapkan satu orang tersangka berinisial A yaang tak bukan adalah pelatih pencak silat korban sendiri.

Liputan6.com, Lampung - Kasus tewasnya seorang santri di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan berinisial MF (17), setelah mengikuti kegiatan kenaikan tingkat pencak silat memasuki babak baru. Polisi menetapkan pelatih pencak silat berinisial A (17) sebagai tersangka. 

Kapolres Lampung Selatan, AKBP Yusriandi Yusrin mengatakan, sebelum menetapkan pelatih pencak silat berinisial A sebagai tersangka, polisi lebih dulu memeriksa 12 saksi dari peristiwa dugaan penganiayaan tersebut. "Terkait perkembangan penanganan perkara santri yang meninggal dunia beberapa waktu lalu di Pondok Pesantren Miftahul Huda 606, penyidik Polres Lampung Selatan telah memeriksa 12 orang saksi, di antaranya pemilik pondok pesantren dan orang tua korban selaku pelapor," kata AKBP Yusriandi Yusrin, Rabu (13/3/2024).

Dia melanjutkan, setelah serangkaian penyelidikan hingga pemeriksaan 12 saksi, petugas kemudian menetapkan seorang pelatih pencak silat sebagai tersangka. "Kita sudah gelarkan penetapan tersangka terhadap satu orang inisial A. Tersangka A melakukan pemukulan ke arah perut almarhum sebanyak satu kali dalam posisi langsung berhadapan dengan korban," kata Yusriandi. 

Dia menjelaskan, motif pemukulan tersebut merupakan inisiatif dari tersangka sendiri. "Tersangka A merupakan pelatih dan juga masih sebagai santri di pondok pesantren. untuk motifnya sendiri ini memang terkait mahar yang merupakan inisiatif dari tersangka sendiri," jelas dia. 

Akibat perbuatannya tersangka dikenakan Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat 3 UU mor 17 tahun 2016 tentang penetapan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. "Tersangka terancam pidana penjara maksimal selama 15 tahun," pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.