Sukses

Mengenal Bapak Pers Nasional Tirto Adhi Soerjo

Peran Tirto Adhi Soerjo dalam dunia pergerakan terlihat pada kiprahnya saat mendirikan Serikat Dagang Islam pada 1911 di Bogor.

Liputan6.com, Yogyakarta - Raden Mas Tirtohadisoerjo atau yang lebih dikenal sebagai Tirto Adhi Soerjo merupakan Bapak Pers Nasional. Ia menjadi salah satu tokoh pelopor jurnalis di Indonesia.

Mengutip dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, ia lahir dengan nama Raden Mas Djokomono, seorang mantan murid Stovia yang pada saat itu bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (sebelum ganti nama Berita Betawi). Ia kemudian memimpin Medan Prijaji yang berkantor di Bandung.

Sebagai surat kabar pertama yang bersuara nasional, ia kerap menulis kritik dalam bentuk cerita pendek. Tirto menjadi orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum.

Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia). Selain itu, seluruh pekerja mulai dari pengasuh, percetakan, penerbitan, hingga wartawannya adalah orang Indonesia asli.

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903—1905), Medan Prijaji (1907—1912) dan Putri Hindia (1908). Pada akhirnya, Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).

Sementara itu, peran Tirto Adhi Soerjo dalam dunia pergerakan terlihat pada kiprahnya saat mendirikan Serikat Dagang Islam pada 1911 di Bogor. Ia juga berkeinginan memperkenalkan ide-idenya untuk memajukan perdagangan bumiputera dengan datang ke Surakarta bertemu Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik di kampung Laweyan.

Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam setelah Tjokroaminoto masuk dalam organisasi tersebut atas ajakan Samanhudi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tokoh Kebangkitan Nasional

Sebagai seorang wartawan, Tirto adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia. Tirto juga dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia.

Golongan bumiputra yang bisa disebut perintis fiksi modern adalah Tirto Adhi Soerjo. Karyanya adalah Doenia Pertjintaan 101 Tjerita Jang Soenggoe Terjadi di Tanah Priangan diterbitkan pada 1906. Kemudian disusul dengan Tjerita Njai Ratna (1909), Membeli Bini Orang (1909), dan Busono (1912).

Adapun tulisan-tulisan nonfiksi Tirto Adhi Soerjo adalah Gerakan Bangsa Tjina di Soerabaja melawan Handelsvereniging Amsterdam (dimuat Soenda Berita pada 1904), Bangsa Tjina di Priangan (dimuat Soenda Berita pada 1904), Peladjaran Boeat Perempoean Boemipoetera (dimuat Soenda Berita pada 1904), Soeratnja Orang-Orang Bapangan (dimuat Medan Prijaji pada 1909), Persdelict: Umpatan (diumumkan dalam Medan Prijaji pada 1909), dan masih banyak lagi.

Tirto Adhi Soerjo adalah seorang pelopor pergerakan nasional yang menyusun bacaan-bacaan fiksi dan non-fiksi yang telah mendorong beberapa tokoh pergerakan, seperti Mas Marco Kartodikromo, Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Semaoen, Darsono, dan lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Tirto Adhi Soerjo memiliki rumah cetaknya sendiri bekerja sama dengan Hadji Moehammad Arsjad dan Pangeran Oesman, NV Javaanche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfboeten Medan Prijaji. Kemudian disusul dengan berdirinya rumah cetak Insulinde yang sebagian besar dananya disokong oleh H.M. Misbach.

Sebagai seorang penulis, Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut sebagai bacaan politik. Dalam dunia sastra, tulisan tersebut dijuluki sebagai bacaan liar.

Tirto juga menjadi orang yang pertama kali merintis perlunya bacaan bagi rakyat Hinia yang tidak terdidik dengan menerbitkan artikel Boycott di surat kabar Medan Prijaji. Makna dan nilai artikel Boycott sangat penting bagi produk penulisan bacaan yang menentang kediktatoran kolonial di masa selanjutnya.

Gaya penulisan bacaan politik yang dipelopori oleh Tirto kemudian diikuti oleh para pemimpin pergerakan lainnya, seperti Mas Marco Kartodikromo dan Tjipto Mangoenkoesoemo, yang sama-sama perintis jurnalis. Tirto Adhi Soerjo dilahirkan di Blora pada 1880, kemudian meninggal pada 1918.

Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Pada 3 November 2006, Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.

 

Penulis: Resla

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini