Sukses

Menikmati Pasir Putih Pulau Pepaya Gorontalo Utara yang Eksotis

Pulau eksotis ini bisa dicapai sekitar 20 menit dari Desa Dunu, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, dengan menggunakan perahu nelayan. Untuk bisa menikmati hamparan pasir putih Pulau Pepaya, pengunjung bisa menyewa perahu dengan hanya Rp50 ribu per orang pergi pulang.

Liputan6.com, Gorontalo - Jika kalain ke Gorontalo Utara (Gorut), jangan lupa mendatangi objek wisatanya. Di sana banyak destinasi bahari yang bisa kalian kunjungi dan nikmati bersama sanak dan keluarga.

Memang, Kabupaten di ujung utara tanah serambi madinah ini, terkenal dengan keindahan wisata bahari. Pulau kecil yang mengelilingi Gorut membuat daerah itu memiliki banyak destinasi yang nge-hits.

Pulau Pepaya menjadi salah satunya. Sesuai dengan namanya, pulau yang memiliki luas 2.42 hektare ini berbentuk seperti buah pepaya dengan ukuran panjang keliling sekitar 621,22 meter.

Pulau eksotis ini bisa dicapai sekitar 20 menit dari Desa Dunu, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, dengan menggunakan perahu nelayan. Untuk bisa menikmati hamparan pasir putih Pulau Pepaya, pengunjung bisa menyewa perahu dengan hanya Rp50 ribu per orang pergi pulang.

Pulau Pepaya juga menyajikan keindahan bawah laut yang memanjakan mata. Bahkan selama perjalanan menuju lokasi pulau, pengunjung bisa melihat terumbu karang yang cantik di perairan laut yang dangkal.

Beningnya air dengan ombak yang tidak terlalu kuat membuat matahari yang menyinari, mampu menembus dangkalnya permukaan bawah laut Pulau Pepaya. Ikan-ikan dengan berbagai jenis bisa terlihat dari atas perahu.

Saat ini, pulau pepaya menjadi pilihan para pelancong untuk berlibur menikmati wisata bahari. Termasuk pelancong luar negeri yang datang setiap bulannya.

Dade Gani, salah seorang pengunjung kepada Liputan6.com, bilang, panorama keindahan matahari terbit dan tenggelam di pulau ini sungguh memesona. Saat menikmatinya, paling asik jika disuguhi kopi pinogu khas Gorontalo.

"Selain pasir putih, di tengah pulau terdapat pepohonan rindang menambah sejuknya suasana saat angin bertiup,"kata Dade yang juga sebagai traveler di Gorontalo.

"Di Tempat ini juga kami bisa memancing, ikannya sangat banyak jadi berwisata bisa sambil bakar ikan. Pokoknya pulau ini sangat rekomendasi bagi kawula muda," imbuhnya.

 

Simak juga video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kisah Pulau Pepaya

Di tempat yang sama, Sumitro salah satu pegawai BUMN mengaku terpukau saat berada di Pulau Pepaya. Ia mengatakan, ternyata di Gorontalo ada pulau yang seakan berada di surga dunia.

"Saya baru ke Gorontalo datang ke keluarga, eh taunya di ajak ke pulau ini. Pokoknya setiap libur atau cuti, saya akan balik lagi ke Gorontalo, indah memang," kata Sumitro.

Di balik keindahannya, masih banyak pengunjung yang dinilai tidak ramah lingkungan. Belum lagi Pulau Pepeya tidak ada manajemen pengelola yang bertanggung jawab dengan kebersihan lokasi wisata.

"Seharusnya pulau dengan seindah ini dijadikan sebagai objek wisata dunia. Saya melihat banyak sampah yang ditinggalkan pengunjung," ujarnya.

"Harapan pengunjung harus sadar, kita sudah menikmati keindahannya. Toh, saat pulang kita bawa juga sampahnya," pintanya.

Di tengah keindahan Pulau Pepaya juga tersimpan secuil kisah sejarah kelam perlawanan warga Gorontalo melawan kolonial Belanda. Konon pulau itu merupakan persinggahan para penjajah Belanda yang masuk melalui jalur laut.

"Pulau Pepaya itulah tempat mereka menyusun strategi menjajah Gorontalo," kata Ismail Kalesi, warga Kecamatan Kwandang.

Pria berumur 78 tahun itu kepada Liputan6.com bercerita, dulu para kolonial Belanda menyimpan seluruh hasil alam yang dirampas dari masyarakat Gorontalo di pulau itu. Namun mereka tidak lama menguasainya karena warga Gorontalo melakukan pemberontakan untuk mengusir mereka.

"Mereka tidak sampai satu tahun bermukim di situ, karena warga Gorontalo juga menyusun strategi menyerang mereka saat tengah malam hari," tutur Ismail.

Hingga akhirnya, kata Ismail, satu per satu kolonial hengkang dari pulau itu. Saat itulah pulau kecil itu mulai dijaga oleh warga sekitar.

"Saat ini, selain menjadi wisata bahari, pulau ini juga digunakan para nelayan untuk beristirahat saat melaut," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.