Liputan6.com, Yogyakarta - Batik adalah kain bergambar yang dibuat khusus dengan cara menuliskan lilin pada kain mori (kain tenun berwarna putih). Sementara Dodi Mawardi dalam bukunya "Kebanggaan Indonesia Batik Menjadi Warisan Dunia" mengartikan batik sebagai titik-titik yang digambar pada media kain yang lebar sehingga menghasilkan pola-pola yang indah.
Istilah batik batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu ambatik. Amba artinya kain yang lebar, sedangkan kata titik atau matik dalam bahasa Jawa merupakan kata kerja yang artinya membuat titik.
G P Rouffaer berpendapat bahwa teknik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Kemudian batik semakin berkembang pada masa Kerajaan Mataram Islam.
Advertisement
Pada awalnya batik merupakan kesenian gambar di atas kain yang dikhususkan untuk pakaian keluarga raja. Karenanya, batik terbatas beredar hanya di kalangan keraton Jawa.
Baca Juga
Kemudian kesenian batik dipelajari seluruh lapisan masyarakat pada akhir aba ke-18. Dalam sejarahnya, batik Indonesia dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang lalu.
Prasasti yang ditemukan di Yogyakarta mencatat bahwa batik telah ada pada zaman Mataram Kuno pada abad ke-8. Dalam budaya Jawa kuno, batik digunakan untuk menghias kerajaan dan juga sebagai simbol status sosial.
Batik memiliki makna penting bagi sejarah pergerakan nasional saat masa penjajahan. Batik juga memiliki hubungan erat dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional bangsa Indonesia seperti H. Samanhudi dan Kartini.
Pada 1911, HÂ Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan, Surakarta mendirikan organisasi Sarekat Dagang Islam. Organisasi ini bertujuan untuk memperkuat persatuan para pedagang batik pribumi dari persaingan dengan pedagang Cina yang menjadi agen dalam menjual bahan-bahan batik.
Dalam perjalanannya, Sarekat Dagang Islam pada akhirnya berganti nama menjadi Sarekat Islam. Kampung batik Laweyan pun memiliki peran yang penting dalam masa pergerakan nasional.
Sejak Sarekat Dagang Islam didirikan di Laweyan, pengaruhnya mulai menyebar ke beberapa wilayah di Hindia Belanda. Banyak tokoh-tokoh dari Laweyan yang kemudian bergerak ke luar daerah untuk berpolitik seperti H Amir yang berperan dalam pembentukan afdeling SDI di Bandung.
Tiga serangkai yakni Kartini, Roekmini, dan Kardinah kerap kali menggunakan kebaya putih dan sarung batik buatan sendiri. Menurut Pramoedya Ananta Toer, Kartini mulai mengenal seni batik sejak usia 12 tahun.
Ketika ia sudah meninggalkan bangku sekolah dan masuk ke ruang pingitan. Dia belajar pada seorang pekerja tetap di kadipaten yang bernama Mbok Dullah.
Suatu waktu, Kartini pernah menghadiahkan sarung batik karya-tangannya sendiri kepada Nyonya Abendanon, istri Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia-Belanda. Kardinah adik Kartini pun memiliki peran sendiri dalam dunia batik.
Kardinah yang menikah dengan Bupati Tegal, memiliki andil dalam perubahan corak dan motif dalam batik khas Tegal. Kebanggaan itulah yang kemudian ditularkan kepada masyarakat Tegal lewat sekolah Wismo Pranowo.
Upaya Kardinah dalam memperkenalkan hasil karya batik anak-anak didiknya bukan saja untuk dipakai sendiri, tetapi juga untuk dipamerkan. Tak hanya itu saja, para pelajar School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dahulu saat sekolah menggunakan batik sebagai seragamnya.
Sebelum memakai baju jas putih seperti baju orang Belanda, mereka terlebih dahulu menggunakan kain jarik bermotif batik yang dipadukan dengan baju putih. Biasanya pelajar STOVIA yang memakai kain jarik ini adalah pelajar yang berasal dari Pulau Jawa.
Batik menjadi perekat bangsa sekaligus simbol persatuan. Dengan memakai batik, maka tidak ada lagi strata sosial, kaya maupun miskin, karena batik menunjukkan kebersamaan.
Batik Indonesia ditetapkan sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia atau Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity pada 2009. Pengakuan dari UNESCO tersebut yang menjadi cikal bakal ditetapkannya Hari Batik Nasional setiap 2 Oktober.