Sukses

Izin Pinjam Lahan Dibatalkan, Perusahaan di Wawonii Masih Ngotot Menambang

PTUN Jakarta membatalkan IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii Konawe Kepulauan melalui sidang, warga pulau penolak tambang berharap perusahaan segera angkat kaki.

Liputan6.com, Kendari - Upaya warga Pulau Wawonii Konawe Kepulauan menolak hadirnya tambang nikel, sudah menemui titik terang. Pihak PTUN Jakarta memutuskan membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP Konawe Kepulauan, Selasa (12/9/2023).

PT GKP diketahui merupakan satu-satunya perusahaan yang tetap bertahan meski warga menolak tambang di pulau kecil itu. Perusahaan ini, mengantongi IUP seluas 1.000 hektare.

Sejak 2017, IUP PT GKP meningkat seluas 950 hektare. Kemudian, setelah pembaruan di kementerian, Maret 2018 menjadi hanya 850 hektare. Diketahui, seluas 707,10 hektar konsesi lahan tambang perusahaan, merupakan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

Selanjutnya, seorang warga diketahui Pani Arpandi, ikut menggugat di PTUN Jakarta terkait IPPKH perusahaan. Dia didampingi Kantor Hukum Maranta Counsellors at Law.

Gugatan ini, merupakan rangkaian dari beberapa tuntutan warga sebelumnya, termasuk sekitar 30 orang warga yang menggugat hingga ke Mahkamah Agung didampingi Denny Indrayana dan timnya.

Pani Arpandi bersama kuasa hukum menggugat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP.

Izin ini, diperuntukkan bagi kegiatan operasi produksi bijih nikel pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi (HP) yang saat ini diolah PT Gema Kreasi Perdana Kabupaten Konawe Kepulauan seluas 707,10 hektar.

Isi amar putusan PTUN Jakarta yakni, pertama, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan batal keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/ Menhut- II/2014, tanggal 18 Juni 2014 tentang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) untuk Kegiatan Operasi Produksi bijih nikel dan sarana penunjangnya pada kawasan hutan produksi terbatas dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi atas nama PT Gema Kreasi Perdana yang terletak di Kabupaten Konawe seluas 707,10 hektare.

Ketiga, memerintahkan kepada tergugat Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mencabut keputusan Nomor: SK.576/Menhut- II/2014, tanggal 18 Juni 2014 tentang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Izin ini, digunakan untuk kegiatan operasi produksi bijih nikel dan sarana penunjangnya pada kawasan HPT dan kawasan HP yang dapat dikonversi atas nama PT Gema Kreasi Perdana yang terletak di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 707,10 Ha.

Kuasa hukum penggugat, Afdalis SH MH AWP CPCLE mengatakan, gugatan ini lahir merupakan rangkaian gugatan sebelumnya terhadap Perda RTRW Konawe Kepulauan.

"Sebelumnya, kami mengajukan judicial review terhadap Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan khususnya pasal terkait kawasan pertambangan di daerah Wawoni Kepulauan dimana hasilnya Mahkamah Agung menyatakan permohonan tersebut kabul," kata Afdalis.

Dia berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku tergugat, bisa melaksanakan putusan tersebut. Dia juga menegaskan, PT Gema Kreasi Perdana selaku pihak intervensi dalam perkara tersebut bisa patuh melaksanakan isi putusan.

"Kami berharap, putusan ini bisa menjadi tonggak awal kemenangan masyarakat Wawoni Konawe Kepulauan secara umum, khususnya sikap kami memperjuangkan lingkungan lestari dan terbebas dari ketakutan akan bahaya pertambangan," kata dia.

Diketahui, gugatan permohonan uji materil dari Pani Arpandi didampingi kantor hukum Maranta Counsellors at Law tersebut teregister dengan Nomor Perkara 14 P/HUM/2023 tangga 29 Maret 2023 sedangkan Gugatan TUN terhadap IPPKH PT GKP tersebut teregister dengan Nomor Perkara 167/G/2023/PTUN.JKT.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perusahaan Masih Beraktivitas

Sejak keluar keputusan PTUN Jakarta 12 September 2023, sebagian warga di lingkar tambang Wawonii berharap perusahaan bisa patuh melaksanakan aturan. Namun, perusahaan tampaknya masih melakukan operasi hingga Jumat (15/9/2023) sore.

Salah seorang warga Desa Sukarela Jaya, Amat mengatakan, pantauan di lokasi, masih ada belasan alat berat berupa mobil ekskavator dan truk. Sejumlah alat berat PT GKP, beroperasi di sekitar hutan di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara.

"Beberapa alat berat lainnya dan banyak mobil truk pengangkut ore nikel, masih lanjut bekerja di sekitar hutan dan kebun warga," ujar Amat.

Kata dia, operasi alat berat ini, menurut pihak pekerja, untuk mereklamasi lahan di sekitar perbukitan desa. Mereka mulai bekerja sejak jam 8.00 Wita.

"Kalau di pelabuhan masih ada juga yang bekerja, ada alat berat, ada truk yang bekerja," ujar Ahmat.

Dalam rekaman video warga beredar, tampak banyak mobil truk dan alat berat pengangkut ore nikel masih bekerja hingga Jumat (15/9/2023) sore. Video tersebut memperlihatkan, alat berat masih mengeruk ore nikel. Selanjutnya, sejumlah truk melanjutkan mengangkut hasil galian ore nikel menuju lokasi lainnya diduga pelabuhan.

Namun, warga tak berani mengadang alat berat. Pasalnya warga khawatir, terjadi bentrok berulang antara pekerja dan warga yang protes aksi perusahaan seperti kejadian sebelumnya.

Diketahui sebelumnya, aksi terakhir puluhan warga termasuk emak-emak, mengadang alat berat perusahaan sempat membuat heboh pada Rabu (9/8/2023) lalu. Aksi ini, merupakan rangkaian aksi protes lainnya yang telah dilakukan warga atas aksi perusahaan.

Saat itu, warga menganggap perusahaan menerobos lahan kebun milik warga. Puluhan batang pohon cengkih dan mete, tumbang usai alat berat perusahaan masuk melewati lahan warga. Menurut polisi dan perusahaan, tindakan ini merupakan aksi pembersihan lahan. Perusahaan juga menyatakan, sudah membeli lahan tersebut. Meskipun demikian, pernyataan mereka ditentang pemilik kebun.

3 dari 3 halaman

Klarifikasi Perusahaan

Sejak keluar keputusan PTUN Jakarta 12 September 2023, sebagian warga di lingkar tambang Wawonii berharap perusahaan bisa patuh. Namun, perusahaan nampaknya masih melakukan operasi hingga Jumat (15/9/2023).

Salah seorang warga Desa Sukarela Jaya, Ahmat mengatakan, pantauan di lokasi, masih ada belasan alat berat berupa mobil ekscavator dan truk. Alat berat ini, terparkir di sekitar hutan di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara.

"Dua alat berat lainnya, masih lanjut bekerja di sekitar hutan," ujar Ahmat.

Kata dia, operasi alat berat ini, menurut pihak pekerja, untuk mereklamasi lahan di sekitar perbukitan desa. Mereka mulai bekerja sejak jam 8.00 Wita.

"Kalau di pelabuhan masih ada juga yang bekerja, ada alat berat, ada truk yang bekerja," ujar Ahmat.

Humas PT GKP Marlion mengatakan, saat in perusahaan menghentikan aktivitas di dalam hutan kawasan. Kata dia, dua ekskavator yang beredar videonya merupakan kegiatan regrading lahan dan penaburan top soil (tanah lapisan atas).

"Itu bagian dari tanggungjawab perusahaah padca tambang, kalau sudah tabur bibit, lalu tidak reklamasi, sia sia uang yang sudah kami beli buat bibit, kalau banjir kami pasti yang disalahkan," ujar Marlion.

Kata dia, di wilayah lainnya, pihaknya masih melakukan kegiatan. Sebab, putusan PTUN Jakarta hanya terkait IPPKH.

"Kami masih upaya banding, bagi kami ada sebuah kekeliruan, harusnya kami yang menang, seluruh kewajiban kami penuhi," ujar Marlion.

Kata dia, akibat putusan ini, ada sekitar 1600 karyawan terancam nasibnya. Pihak perusahaan belum memberhentikan mereka. Namun, jika kondisi aktivitas perusahaan berhenti tetap berlanjut, pihaknya tidak bisa menjamin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.