Sukses

Kronologi Batalnya Pertemuan LGBT Se-ASEAN di Jakarta

Batalnya acara tersebut setelah penyelenggara menerima beberapa ancaman keamanan dari berbagai pihak.

Liputan6.com, Jakarta - Agenda pertemuan aktivis Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) se-ASEAN di Jakarta batal digelar. Batalnya acara tersebut setelah penyelenggara menerima beberapa ancaman keamanan dari berbagai pihak.

Adapun pertemuan bertajuk ASEAN Queer Advocacy Week ini nantinya akan digelar di luar Indonesia.

"Penyelenggara telah memonitor situasi dengan sangat teliti, termasuk gelombang anti-LGBT di media sosial. Keputusan yang dibuat memastikan keselamatan dan keamanan dari partisipan dan panitia," kata panitia dalam rilis resmi dikutip Kamis (13/7/2023).

Ihwal pertemuan tersebut, pihak penyelenggara menegaskan bahwa tujuan kegiatan adalah dialog dengan kelompok-kelompok yang terpinggirkan, termasuk kalangan yang didiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan berbagai karakteristik seks.

"Visi bersama kami tentang kawasan ASEAN yang inklusif didasarkan pada keberadaan ruang aman bagi masyarakat sipil dan pemegang hak untuk belajar tentang lembaga tersebut. Untuk membahas masalah yang penting bagi mereka," jelas pernyataan panitia.

Selain itu, acara ini direncanakan membahas sejumlah isu tentang ancaman terhadap eksistensi kehidupan dan martabat yang dihadapi oleh kelompok LGBTQIA+.

"Kebencian di dunia maya, serangan langsung terhadap para pembela hak asasi manusia, serta pembalasan terhadap pelaksanaan hak-hak sipil dan politik, merupakan masalah yang kami hadapi dan harus ditangani oleh pemerintah," tulis keterangan panitia.

Sebelumnya, beredar kabar di media sosial terkait adanya aktivis LGBT se-ASEAN akan menggelar pertemuan di Jakarta pada Juli 2023 ini. Kabar ini beredar atau sempat diunggah oleh akun instagram @aseansogiecaucus. Namun belakangan unggahan telah lenyap.

2 dari 4 halaman

Ragam Penolakan

Merespons kabar tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta agar pemerintah tidak memberikan izin terhadap agenda pertemuan para kaum sodom dan pendukungnya.

"MUI mengingatkan dan mengimbau pihak pemerintah agar jangan memperkenankan dan memberi izin terhadap diselenggarakannya acara tersebut," kata Anwar dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

Anwar juga mengingatkan agar pemerintah jangan sampai memperbolehkan acara tersebut. Sebab, hal itu sama saja telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Sebagaimana pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka, LGBT diklaim bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, terutama enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

"Tidak ada satupun dari agama-agama tersebut yang mentolerir praktik LGBT," ujar Anwar.

Selain MUI, Sekretaris I Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ) meminta Pemprov DKI Jakarta untuk menolak pertemuan komunitas Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) se-Asean yang kabarkan akan diadakan di Ibu Kota.

Sebab, menurut MTZ, hal tersebut bertentangan dengan norma agama dan Pancasila negara Indonesia.

"Isu terakhir bahwa akan ada LGBT meeting menjelang ASEAN ini. Saya minta Dinas Pariwisata melarang karena tidak sesuai budaya kita, tidak sesuai dengan Pancasila, tidak sesuai dengan agama kita," kata MTZ saat rapat kerja Komisi B dengan eksekutif, Rabu (12/7/2023).

MTZ menambahkan, ia memang senang jika wisatawan berdatangan ke Jakarta. Namun, Pemprov DKI harus tegas mengawasi wisatawan luar agar mengikuti norma yang berlaku di Jakarta.

"Untuk pariwisata juga ini kita senang kalau ada wisatawan terutama wisatawan asing datang ke Jakarta tapi kemudian perlu ada filter bahwa kita punya budaya, punya Pancasila, kita punya agama yang saya tanyakan juga," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Polisi Pastikan Batal Digelar

Terpisah, Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Metro Jaya, Kombes Hirbak Wahyu Setiawan menilai jika informasi pertemuan aktivis LGBT disebarkan lewat akun yang saat ini telah ditutup.

"Kan yang membuat undangan itu dari akun itu. Sedangkan sekarang akun itu ditutup enggak bisa masuk, ditutup gara-gara gaduh," kata Hirbak, Rabu (12/7/2023).

Selain itu, Hirbak menyebut pihaknya juga telah memastikan kegiatan tersebut tidak digelar di Jakarta. Terlebih, telah diklaim bahwa acara tersebut batal terselenggara.

"Enggak ada, pada waktu informasi itu muncul kita cek enggak ada. Yang bikin event itu belum ada, yang mengajukan perizinan ataupun pemberitahuan juga enggak ada," ujarnya.

Hirbak juga memastikan, saat isu itu beredar, pihaknya telah mengecek seluruh tempat di Jakarta apakah ada lokasi yang menjadi bakal acara perkumpulan komunitas pendukung LGBT itu.

"Yang jelas pada saat isu ada kita sudah ada mas seluruh hotel, tempat-tempat itu enggak ada," tambah dia.

4 dari 4 halaman

Siapa ASEAN SOGIE Caucus?

Diketahui, ASEAN SOGIE Caucus sebagai pihak di balik terselenggaranya pekan advokasi tersebut. Siapa mereka? Melansir situs webnya, mereka mendekripsikan diri sebagai organisasi regional pembela HAM dari berbagai negara di Asia Tenggara.

"Kami mengadvokasi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak semua orang terlepas dari orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender, serta karakteristik seks mereka (SOGIESC)," tulis keterangan organisasi.

Organisasi ini juga mendukung kapasitas advokat lokal untuk terlibat dalam mekanisme HAM domestik, regional, dan internasional.

Sebelumnya, ASEAN SOGIE Caucus juga sudah menyampaikan laporan tematik ahli independen tentang perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender untuk sesi ke-41 Dewan Hak Asasi Manusia, merujuk laman Komisi Hak Asasi Manusia PBB.

"Pengajuan singkat ini disiapkan oleh ASEAN SOGIE Caucus (ASC), dengan bantuan anggota dan organisasi mitra kami, untuk memberi informasi dan wawasan berkaitan kegiatan negara yang melibatkan pengumpulan data untuk mengatasi masalah kekerasan dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender," jelas keterangan organisasi.

"Hal ini untuk menjawab seruan pakar independen tentang perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender (IE-SOGI) untuk laporan tematik mereka ke sesi ke-41 Dewan Hak Asasi Manusia."