Sukses

Keluhkan Mahalnya Biaya Izin SIP dan STR, Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia Dukung Menkes

Koalisi tenaga kesehatan Indonesia memberikan dukungan penuh kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin perihal mahalnya biaya pengurusan pemberian Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Regustrasi (STR).

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia yang terdiri dari 17 organisasi profesi siap memberikan dukungan penuh kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin perihal mahalnya biaya pengurusan pemberian Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Regustrasi (STR).

Dukungan itu dilakukan dengan memberikan dokumen lengkap dengan data-data soal dugaan mahalnya biaya pengurusan SIP dan STR. Adapun sebelumnya, Forum Dokter Peduli Ketahanan dan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) melayangkan somasi kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin terkait pernyataan harga Rp6 juta untuk proses perolehan SIP dan STR.

"Kami 17 organisasi tenaga kesehatan mendukung Menkes (Budi). Kami bersama Menkes menghadapi somasi," kata Wakil Ketua Umum Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) Deby Vinski di Kemenkes dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/4/2023).

Beberapa organisasi yang tergabung dalam koalisi tersebut di antaranya adalah PDSI (Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia), PASI (Perkumpulan Apoteker Seluruh Indonesia), Farmasis Indonesia Bersatu (FIB), Forum Dokter Pejuang STR, Diaspora (Forum Dokter Susah Praktik), Tim Pemerhati Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Indonesia, Lembaga Pemerhati Perawat Indonesia (LPPI), Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI), dan KAMPAK (Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat) dan organisasi lainnya.

Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia ini menggaris bawahi sistem yang ada saat ini, seperti biaya pengurusan STR dan SIP, menjadi lebih mahal dan lebih sulit untuk diperoleh karena dimonopoli oleh satu organisasi profesi saja.

Sebagai informasi, STR adalah bukti tertulis/dokumen hukum yang menyatakan bahwa dokter yang bersangkutan telah mendaftarkan diri, dan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Sementara SIP adalah bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Baik SIP dan STR dokter harus diperpanjang tiap 5 tahun sekali.

Dalam informasi di laman KKI, STR yang habis masa berlaku dan tidak mengurus perpanjangan STR, maka STR dan SIP tidak berlaku lagi, otomatis dokter tidak boleh melakukan praktik kedokteran.

Deby menyatakan, pihaknya tak segan memberikan bukti-bukti untuk melawan somasi tersebut, termasuk bukti biaya pengurusan STR dan SIP dokter yang mahal.

"Apapun yang dibutuhkan oleh Pak Menteri akan kami berikan termasuk data biaya pengurusan STR dan SIP yang sangat mahal, sebenarnya lebih mahal dari yang Pak Menteri sebutkan," ujar Deby.

Biaya pengurusan STR atau SIP dinilai lebih mahal dari yang disebut oleh Budi beberapa waktu lalu. Sebelumnya Menkes Budi Gunadi menyebut bahwa biaya pengurusan STR dan SIP bisa mencapai Rp6 juta rupiah.

Setali tiga uang dengan Deby, perwakilan dari Forum Dokter Susah Praktik juga mengatakan bahwa monopoli organisasi profesi tunggal sudah tidak sehat secara umum bagi keberlangsungan tenaga kesehatan.

“Sistem yang ada sekarang itu menyebabkan dokter-dokter harus mengeluarkan banyak uang untuk mengurus izin praktek. SKP yang pada mulanya gratis, sekarang berbayar. Kenapa hal ini terjadi? Karena ada monopoli organisasi tunggal,” tuturnya.

Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, dr. Judilherry Justam mengatakan bahwa hanya di Indonesia saja, para tenaga kesehatan diharuskan untuk bergabung ke dalam organisasi profesi. Hal tersebut membuat resah tenaga kesehatan.

“Di negara lain, kita tidak wajib mengikuti organisasi profesi. Di Singapura dan Malaysia tidak wajib dan itu tidak ada masalah. Saya kira apa yang dilakukan Kemenkes sangat kami dukung. Tentunya nanti perlu pengaturan lebih lanjut,” katanya.

Dalam deklarasinya, perwakilan dari ketujuh belas organisasi nakes itu juga bersepakat mengutamakan kepentingan masyarakat, kepentingan pasien dan bukan kepentingan perseorangan. Mereka juga sepakat terhadap pengesahan RUU Kesehatan dan beberapa poin, yakni memberlakukan STR seumur hidup sesuai praktek global, menghapus rekomendasi izin praktek oleh organisasi profesi, maupun penguasaan kolegium.

Selanjutnya, mereka sepakat untuk mendukung disahkannya RUU Kesehatan, salah satunya agar organisasi profesi di Indonesia tidak tunggal. Alasannya, agar setiap nakes dapat memilih organisasi terbaik demi tercapainya pelayanan dan kesehatan masyarakat.

Di kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya transformasi kesehatan dalam bentuk RUU Kesehatan ini tujuannya adalah kembali kepada kebaikan masyarakat, yakni untuk meningkatkan akses kualitas layanan kesehatan ke masyarakat.

Selain itu, pihak Kementerian Kesehatan bahkan menambah pasal khusus untuk melindungi tenaga kesehatan.

“Kami tidak mengurangi satu pun pasal-pasal mengenai perlindungan hukum tenaga kesehatan. Kita justru nambahnya khusus untuk melindungi. Kami berharap setelah RUU Kesehatan disahkan semuanya bisa bersatu kembali, karena RUU Kesehatan ini bukan untuk kepentingan siapapun tapi untuk masyarakat,” ujar Budi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini