Sukses

Mengenal Suku Nuaulu Maluku dan Tradisi Ekstrem Memenggal Kepala Manusia

Ciri khas yang menonjol di Suku Naulu adalah biasanya kaum laki-laki mengenakan kain berang atau kain merah diikat di kepala.

Liputan6.com, Jakarta - Suku Nuaulu di kawasan pedalam Pulau Seram Maluku menjadi salah satu suku yang kental dengan tradisi, budaya, dan kepercayaan lokal.

Suku Nuaulu Maluku diketahui masih menganut kepercayaan nenek moyang. Lokasinya, tepat di daerah Yaisuru, Nua Nea, Bunara, Latan, Hahuwalan, Simalouw, Rohua, dan Rohua Waemanesi. 

Diketahui, Suku Nuaulu memiliki 12 marga, yaitu Pia, Matoke, Kamama, Sounawe Aepura, Sounawe Aenakahata, Sopalani, Perissa, Hury, Nahatue, Soumory, Leipary, dan Rumalait.

Dirangkum dari berbagai sumber, ciri khas yang menonjol di Suku Naulu adalah kaum laki-laki mengenakan kain berang atau kain merah yang diikat di kepala. Suku Naulu rata-rata bermatapencaharian berburu dan bertani. 

Di tahun 2015, Aliansi Masyarakat Hukum Adat Nusantara (AMAN), melaporkan jumlah penduduk suku naulu sebanyak 3.417 Jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.704 jiwa, perempuan 1.713 jiwa, dan anak-anak sebanyak 315 jiwa.

Suku naulu memiliki beberapa tradisi yang diwarisi secara turun-temurun. Salah satunya adalah tradisi Pataheri. 

Merupakan ritual untuk para lelaki yang sudah dewasa. Lelaki yang sudah dianggap dewasa ini akan mengenakan kaeng berang di kepala dan cawat selama ritual berlangsung. 

Ritual ini akan dimulai dengan puasa selama satu hari, dari pukul tiga dini hari hingga enam sore. Kaeng berang yang diikat di leher diyakini akan menjauhkan diri dari gangguan setan selama berpuasa.

Selanjutnya mereka akan berkumpul di rumah utama atau numa onate, dan diberikan pakaian adat karanunu onate. Mereka juga akan didampingi oleh seorang panglima perang menuju rumah orang tua kapitan untuk memohon doa agar diberikan keberanian dan terhidar dari mara bahaya. 

Setelah prosesi doa selesai, mereka akan Kembali ke numa onate dan mulai mengambil perlengkapan seperti parang, panah, tombak, dan sat utas berisi sirih pinang.

Tak sembarangan, ketua adat memberikan perlengkapan tersebut menghadap utara, yang kemudian menuju pintu belakang arah ke timur untuk memimpin menuju ke tempat ritual di dalam hutan. 

Ritual ini juga melibatkan pemenggalan kepala manusia sebagai penanda atas kedewasaan kaum laki-laki. Tak hanya itu, pemenggalan kepala ini juga dilakukan dalam upacara adat, seperti mendirikan rumah adat baru yang dipersembahan untuk para dewa.

Pemenggalan kepala manusia juga dijadikan sebagai mas kawin saat masyarakat naulu menikah. Selain itu, tradisi ini dianggap menjadi symbol kebanggaan dan kekuasaan. 

Bagi mereka pemenggalan kepala manusia ini juga dijadikan sebagai persembahan pada nenek moyang guna terhindar dari bahaya dan musibah.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penggal Kepala

Tradisi ekstrem ini berawal dari raja Suku Naulu dalam pemilihan calon menantu laki-laki. Sebagai bukti kejantanan, maka kaum laki-laki harus membawa kepala manusia sebagai mas kawin. 

Selain tradisi pataheri yang diperuntukan untuk laki-laki, ada juga ritual pinamou yang di peruntukan untuk perempuan menuju dewasa. Ritual ini ditandai dengan mengasingkan perempuan yang baru datang bulan atau menstruasi pertamanya. 

Mereka akan diasingkan dari keluarga dan masyarakat sekitar untuk sementara waktu. Mereka menganggap darah haid tidak baik untuk lingkungan adat.

Tradisi ekstrem pemenggalan kepala ini sempat dinyatakan hilang pada tahun 1900-an. Beberapa sumber mengatakan bahwa tradisi ini masih dilakukan hingga tahun 1940-an. 

Namun pada tahun 2005, ditemukan dua mayat tanpa kepala di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Kedua mayat tersebut ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan bagian tubuh lain yang sudah terpotong-potong.

Setelahnya, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa keduanya dibunuh oleh enam warga Suku Naulu sebagai persembahan kepada leluhur. Pelaku melakukan tradisi ekstrem tersebut untuk melakukan ritual memperbaiki rumah adat mereka.

Akhirnya kejadian ini membuat ketiga pelaku, mendapat hukuman mati, dan tiga lainnya mendapat hukuman penjara seumur hidup. 

Sejak adanya kejadian ini, Lembaga hukum gencar melakukan sosialisasi kepada semua pihak atas hukuman tegas bagi pelaku pembunuhan.

Alternatif Pengganti

Seiring perkembangan zaman, suku naulu mengganti kepala manusia dengan kepala kuskus. Namun sayang, kuskus semakin langka di habitatnya akibat pemangkasan hutan yang mengusik habitat asli kuskus. 

Hutan Negeri Lama yang menajdi hutan keramat Suku Naulu, sejak 2012 sudah masuk dalam konsesi IUPHHK-HPH PT Bintang Lima Makmur (PT BLM). 

Sejak maraknya aktivitas pembalakan kayu dan pembukaan hutan berjalan, masyarakat menyebutkan kuskus kini makin sulit untuk didapatkan. Persoalan ini membuat para tetua suku adat Naulu bimbang. 

Hal ini dikarenakan tradisi patineri sering ditunda karena kuskus tak kunjung didapat. Ia berpendapat pihaknya tidak bisa kembali seperti zaman nenek moyang, yakni pergi memenggal kepala orang yang betentangan dengan hukum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.