Sukses

14 Brand Lokal Ini Usung Konsep Ramah Lingkungan

Tren ini mengedepankan gaya hidup dan pola perilaku konsumen dalam memilih dan membeli produk secara sadar.

Liputan6.com, Yogyakarta - Saat ini, banyak pembeli menginginkan brand fesyen yang memenuhi kebutuhan gaya hidup berkelanjutan alias ramah lingkungan. Tren conscious lifestyle pun mulai populer.

Tren tersebut mengedepankan gaya hidup dan pola perilaku konsumen dalam memilih dan membeli produk secara sadar. Tren ini lebih mempertimbangkan dampak suatu barang yang dikenakan terhadap lingkungan dan masyarakat.

Menjawab hal tersebut, saat ini banyak brand lokal yang mengusung konsep ramah lingkungan atau sustainable living. Berikut beberapa brand lokal ramah lingkungan:

1. Cinta Bumi Artisans

Cinta Bumi Artisans yang berasal dari Bali ini berkolaborasi dengan pengrajin lokal untuk mempertahankan budaya dan seni tradisional ramah lingkungannya. Setiap produknya menggunakan kain yang terbuat dari pohon mulberry yang tumbuh di Lembah Bada, Sulawesi.

Pengambilan kulit pun menggunakan cara aman yang tidak menyakiti pohon. Sementara itu, pewarnaannya menggunakan beberapa bahan alami, seperti indigo dan morinda.

2. Copa de Flores

Copa de Flores memiliki koleksi fesyen berbahan tenun asli Flores, Nusa Tenggara Timur. Semua kain tenun berasal dari olahan benang kapas dengan pewarna alam yang ramah lingkungan.

Copa de Flores secara khusus menggandeng komunitas penenun di wilayah Maumere, Sikka, dan Timor di Nusa Tenggara Timur untuk memproduksi kainnya. Selain pakaian, brand lokal ini juga memproduksi masker kain, anting-anting, dan lainnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Imaji Studio

3. Imaji Studio

Imaji Studio memproduksi koleksi fesyen yang terbuat dari kain tenun dengan serat alami. Pewarnaan yang digunakan pun berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Selain membawa misi menyelamatkan bumi, Imaji Studio juga ingin menyasar pasar milenial dengan koleksi etnik yang kekinian. Begitu juga dengan koleksi aksesori yang dibuat menggunakan bahan daur ulang bertajuk Zero Waste.

4. Lakanua

Brand asal Bandung, Jawa Barat, ini memanfaatkan limbah kayu industri untuk dibentuk menjadi produk jam tangan. Kayu diolah dengan material epoxy, sehingga menghasilkan estetika produk yang unik dan berbeda antara satu produk dengan produk lainnya.

Kayu digunakan untuk bagian kepala jam, sementara bagian tali atau strap-nya dibuat dari kain tenun. Selain kayu, Lakanua juga mengeksplorasi kombinasi material lain, seperti semen, batu alam, dan logam untuk bahan baku jam.

 

3 dari 6 halaman

Lanivatti

5. Lanivatti

Brand fashion lokal milik fotografer Nicoline Patricia ini bekerja sama dengan Tencel lewat koleksi "Beyond Borders". Dengan menggunakan bahan serat selulosa, pakaian ini bisa menyesuaikan suhu tubuh, sehingga bisa digunakan di area panas maupun dingin.

6. Loosewood

Brand lokal asal Solo, Jawa Tengah, ini membuat inovasi dengan mendaur ulang papan skate (skateboard) yang patah dan rusak menjadi aneka produk fesyen. Brand ini memproduksi jam tangan, anting, kacamata, dan tas dari bahan daur ulang tersebut.

7. Osem

Brand lokal lain yang mengusung konsep less or zero waste adalah Osem. Brand ini menggunakan pewarna tumbuhan alami, yakni Indigofera Tinctoria, untuk menghasilkan warna biru yang natural.

Osem juga menggunakan kain yang berasal dari serat alam, seperti katun, linen, rami, dan lainnya. Brand ini juga tidak menggunakan ritsleting dan kancing berbahan plastik untuk mengurangi limbah.

 

4 dari 6 halaman

Pijakbumi

8. Pijakbumi

Pijakbumi merupakan brand lokal yang fokus pada pembuatan alas kaki eco-aesthetic. Produk-produk buatan Pijakbumi hanya menggunakan material yang ramah lingkungan.

Salah satu produknya, Laka, merupakan sepatu kasual yang terbuat dari bahan katun alami. Untuk bagian pinggirnya, sepatu ini menggunakan material natural dari serat pohon kayu putih.

Selain itu, ada juga produk sandal klasik, Nara, yang bisa dikenakan di rumah. Nara terbuat dari daur ulang katun dan sabut kelapa.

Tak hanya di Indonesia, Pijakbumi juga sudah melebarkan sayapnya ke pasar dunia. Pijakbumi melayani pembuatan produk sepatu untuk pasar Korea dan Jepang.

9. Rupahaus

Rupahaus menggandeng pengrajin tekstil di desa-desa kecil di Indonesia untuk memadukan tradisi desain leisure wear dengan proses handmade. Brand ini juga memadukannya dengan bahan natural yang tidak merusak lingkungan.

Hal tersebut tak lain bertujuan untuk melestarikan tekstil Indonesia agar tidak kehilangan jati dirinya. Pasalnya, proses produk tradisional sudah banyak digantikan dengan mesin yang dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan.

 

5 dari 6 halaman

SARE/ Studio

10. SARE/ Studio

Homewear brand Sare Studio bentukan Cempaka Asriani dan Putri Amandewi juga memutuskan untuk memakai material ramah lingkungan. Sare juga menjalin kerja sama dengan produsen serat ramah lingkuhgan asal Austria, LENZING™.

Seratnya berasal dari kayu yang tersertifikasi dan berkelanjutan. Selain itu, bahan-bahan tersebut juga telah menerima sertifikasi dari EU Ecolable karena memenuhi standar lingkungan di seluruh siklus hidupnya, mulai dari pengambilan material mentah hingga produksi, distribusi, dan proses pembuangannya.

11. Sejauh Mata Memandang

Pendiri dan Direktur Kreatif Sejauh Mata Memandang, Chitra Subiyakto, berkomitmen untuk menciptakan fesyen ramah lingkungan. Hal tersebut sebagai bentuk respon atas fakta bahwa industri pakaian menjadi penyumbang polusi kedua terbesar di bumi.

Sejauh Mata Memandang adalah pesan cinta pada Indonesia dan bumi dengan mencoba lebih bertanggung jawab pada lingkungan. Selain itu, brand ini juga memberdayakan masyarakat serta mengangkat kekayaan wastra Indonesia dan mengemasnya dalam pakaian kasual yang bisa dikenakan sehari-hari.

 

6 dari 6 halaman

Semilir Ecoprint

12. Semilir Ecoprint

Sesuai namanya, teknik pemberian warna dan cetak motif pada brand lokal ini dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Salah satunya dengan melakukan transfer warna dan motif dari daun-daun segar lokal yang ada di Indonesia secara alami ke permukaan bahan, lalu dikeringkan.

Bahan yang telah bermotif dan berwarna ini kemudian dikembangkan menjadi beragam produk, seperti tas, baju, syal, hingga sarung bantal. Semilir Ecoprint juga memiliki produk tas Banar Bag yang terbuat dari bahan kulit kayu lantung khas Bengkulu.

13. Sukkha Citta

Pewarnaan tekstil menjadikan industri pakaian sebagai penyumbang polusi air terbesar kedua di dunia. Atas dasar inilah Sukkha Citta lahir.

Sukkha Citta mengklaim jika mereka bukan bertujuan menjadi brand fesyen, tetapi ingin memberdayakan para pengrajin. Hal tersebut ditunjukkan dengan menjadi brand pertama di Indonesia yang 100% proses pewarnaan pakaian alaminya bisa dilacak asal-usulnya.

Asal-usul yang dimaksud yakni terkait asal bahan serta pemanfaatan dan pemberdayaan bahan-bahan dari komunitas pertanian lokal yang bebas bahan kimia.

14. Wilsen Willim

Masih bekerja sama dengan Lenzing, Wilsen Willim membuat pakaian dari material bio degradable yang terbuat dari bubur kertas. Bahan tersebut juga melalui rangkaian produksi yang ramah lingkungan.

(Resla Aknaita Chak)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.