Sukses

Tolak Eksepsi Ade Yasin, Jaksa Minta Hakim Lanjutkan Perkara Suap BPK Jabar

Menurut Roni, dakwaan yang ditujukan kepada Ade Yasin sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.

Liputan6.com, Bandung - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim menolak eksepsi yang diajukan terdakwa kasus dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Jawa Barat, Ade Yasin. Nota keberatan yang diajukan oleh Bupati Bogor nonaktif itu dinilai tak sesuai dengan ketentuan hukum.

"Penuntut umum berkesimpulan secara formil dan materiil, kami mohon hakim berkenan memutuskan menyatakan keberatan terdakwa Ade Yasin tidak dapat diterima," kata jaksa KPK Roni Yusuf dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (25/7/2022).

Menurut Roni, dakwaan yang ditujukan kepada Ade Yasin sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. 

"Secara unsur dakwaan hukum sah memeriksa dan mengadili. Meminta sidang dengan terdakwa Ade Yasin dilanjutkan," cetusnya.

Sementara, kuasa hukum Yasin, Dinalara Butar-butar, menyebutkan, mereka sengaja memasukkan bahasan pokok materi pada eksepsinya karena menganggap dakwaan dari jaksa tidak jelas dan tidak cermat.

"Di pembukaan eksepsi kita, kita katakan andaikan pun kita menyinggung pokok perkara adalah tujuannya untuk lebih menjelaskan memberikan informasi kepada hakim atas ketidakjelasan, ketidakcermatan, dan ketidaklengkapan," kata dia.

Menanggapi jawaban eksepsi jaksa, pengacara Ade Yasin, Dina Lara Rahmawati Butar Butar mengklaim tidak ada satupun pihak yang menanggapi eksepsi yang diajukan dirinya pada sidang sebelumnya.

"Dia hanya menguraikan yang dimaksud dengan dakwaan cermat jelas dan lengkap itu adalah norma-normanya begini. Artinya, dia hanya bercerita seperti buku, tidak ada satupun yang ditanggapi dari eksepsi kita," kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya menganggap eksepsi yang diajukan pada sidang sebelumnya sudah sesuai dengan fakta hukum sehingga optimis diterima oleh majelis hakim.

"Kami percaya melalui eksepsi tersebut kami bisa menerangkan, menginformasikan secara terang benderang terhadap informasi yang di dalam dakwaan itu menurut kami tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap kepada majelis hakim," tuturnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ikuti Sidang Daring

Adapun Ade Yasin tetap mengikuti sidang secara daring. Ia mengikuti sidang dari Rumah Tahanan Bandung.

Kuasa hukum Ade Yasin, Roynal Pasaribu mengaku keberatan atas kondisi itu karena kliennya kesulitan mendengar tanggapan jaksa selama mengikuti persidangan secara daring.

"Ini salah satu kendala, mengapa kami meminta terdakwa dihadirkan secara offline. Dengan tidak dapat mendengarkan tanggapan jaksa atas nota keberatan, ini merupakan kerugian bagi terdakwa," ujarnya.

Ketua majelis hakim Hera Kartiningsih menyatakan, terdakwa tidak hadir karena penanggung jawab rumah tahanan khawatir tahanan yang dititipkan bisa menularkan virus ketika keluar masuk rumah tahanan tersebut.

"Tapi yang jelas akan saya usahakan untuk pemeriksaan terdakwa, yang pasti apabila setiap pemeriksaan saksi terdakwa akan diajukan bolak-balik keluar masuk dan akan membahayakan bagi tahanan yang lain. Apalagi sekarang lagi Covid-19," kata Hera.

3 dari 3 halaman

Suap Rp1,9 Miliar

Diketahui, Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin beserta anak buahnya didakwa menyuap uang senilai Rp1,9 miliar kepada tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kantor Wilayah Jawa Barat (Jabar). Uang suap tersebut diduga dilakukan agar Pemkab Bogor mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Atas perbuatannya, JPU KPK mendakwa terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.